Kamis, 02 Juni 2011

Makalah akad salam

APLIKASI AKAD SALAM DALAM
PERBANKAN SYARIAH
Di susun oleh : Akbar yunus



BAB I

PENDAHULUAN

Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan)., Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya:
Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.

Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan memakan riba.





BAB II

PEMBAHASAN

As-Salam secara bahasa memiliki banyak arti, di antaranya adalah at-taqdîm waat-taslîm (mendahulukan dan menyerahkan

Menurut al-Azhari, dalam konteks muamalah, as-salaf mempunyai dua arti: al-qardhu dan as-salam. Arti yang kedua ini lebih dominan sehingga as-salaf adalah as-salam atau sebaliknya; bahkan dikatakan ini arti menurut seluruh ahli bahasa. Hanya saja as-salaf lebih digunakan oleh orang Irak dan as-salam digunakan oleh orang Hijaz. Disebut as-salam karena penyerahan harga dilakukan di majelis akad. Para fukaha mengartikan as-salaf atau as-salam sebagai akad atas sesuatu dengan karakter (spesifikiasi) yang dijelaskan dan dijamin diserahkan belakangan dengan harga yang diserahkan di majelis akad. Dalam Mu‘jam al-Lughah al-Fuqahâ’ dinyatakan bay’ as-salam (forward buying) adalah jual-beli barang yang diserahkan belakangan yang spesifikasinya dijamin dengan harga yang diserahkan di majelis akad.
Dengan demikian, bay’ as-salam/bay’ as-salaf adalah jual-beli sesuatu yang dijelaskan karakter (spesifikasi)-nya yang dijamin diserahkan belakangan dengan sesuatu yang diserahkan seketika. Intinya, seseorang menyerahkan kompensasi seketika untuk suatu kompensasi yang dijelaskan spesifikasinya dan dijamin diserahkan belakangan, atau ia mendahulukan pembayaran harga suatu barang yang akan ia terima setelah tempo tertentu. As-salaf atau as-salam adalah jual beli yang disyariatkan

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
 
Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighot).
 
Bai’ as Salam berbeda dengan ijon, sebab pada ijon, barang yang dibeli tidak diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli sangat tergantung kepada keputusan si tengkulak yang mempunyai posisi lebih kuat. Aplikasi Bai’ as Salam pada Lembaga Keuangan Syariah biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Lembaga Keuangan dapat menjual kembali barang yang dibeli kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, Pedagang Pasar Induk, atau Grosir. Penjualan kembali kepada pembeli kedua ini dikenal dengan istilah “Salam Paralel”.

            Syarat-syarat terjadinya bai' as-salam adalah a) muslam (pembeli); b) muslam ilaihi (penjual); c) modal atau uang; d) muslam fih (barang); dan e) shighah (ucapan).

SYARAT-SYARAT JUAL BELI SALAM
Syarat Pertama: Pembayaran Dilakukan di Muka (kontan)Sebagaimana dapat dipahami dari namanya, yaitu as salam yang berarti penyerahan, atau as salaf, yang artinya mendahulukan, maka para ulama' telah menyepakati bahwa pembayaran pada akad as salam harus dilakukan di muka atau kontan, tanpa ada sedikitpun yang terhutang atau ditunda.Adapun bila pembayaran ditunda (dihutang) sebagaimana yang sering terjadi, yaitu dengan memesan barang dengan tempo satu tahun, kemudian ketika pembayaran, pemesan membayar dengan menggunakan cek atau bank garansi yang hanya dapat dicairkan setelah beberapa bulan yang akan datang, maka akad seperti ini terlarang dan haram hukumnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut yang artinya :"Dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam  melarang jual-beli piutang dengan piutang." (Riwayat Ad Daraquthny, Al Hakim dan Al Baihaqy dan hadits ini dilemahkan oleh banyak ulama' diantaranya Imam As Syafi'i, Ahmad, dan disetujui oleh Al Albany)Walau demikian halnya, banyak ulama' yang menyatakan bahwa kesepakatan ulama' telah bulat untuk melarang jual-beli piutang dengan piutang.Imam Ahmad bin Hambal berkata: "Tidak ada satu haditspun yang shahih tentang hal ini (larangan menjual piutang dengan piutang), akan tetapi kesepakatan ulama' telah bulat bahwa tidak boleh memperjual-belikan piutang dengan piutang." Ibnul Qayyim berkata: "Allah mensyaratkan pada akad salam agar pembayaran dilakukan dengan kontan; karena bila ditunda, niscaya kedua belah pihak sama-sama berhutang tanpa ada faedah yang didapat. Oleh karena itu, akad ini dinamakan dengan as Salam; dikarenakan adanya pembayaran di muka. Sehingga bila pembayaran ditunda, maka termasuk ke dalam penjualan piutang dengan piutang, bahkan itulah sebanarnya penjualan piutang dengan piutang, dan beresiko tinggi, serta termasuk praktek  untung-untungan." Syarat Kedua: Dilakukan Pada Barang-barang yang Memiliki Kriteria JelasTelah diketahui bahwa akad salam ialah akad penjualan barang dengan kriteria tertentu dan pembayaran di muka. Maka menjadi suatu keharusan apabila barang yang dipesan adalah barang yang dapat ditentukan melalui penyebutan kriteria. Penyebutan kriteria ini bertujuan untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada dihadapan mereka berdua. Dengan demikian, ketika jatuh tempo,–diharapkan- tidak terjadi percekcokan kedua belah pihak seputar barang yang dimaksud.Adapun barang-barang yang tidak dapat ditentukan kriterianya, misalnya: kulit binatang sayur mayur dll, maka tidak boleh diperjual-belikan dengan cara salam, karena itu termasuk jual-beli ghoror (untung-untungan) yang nyata-nyata dilarang dalam hadits berikut yang artinya:"Bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual-beli untung-untungan." (Riwayat Muslim)
Syarat Ketiga: Penyebutan Kriteria Barang Pada Saat Akad Dilangsungkan

Penjual dan pembeli berkewajiban untuk menyepakati kriteria barang yang dipesan. Kriteria yang dimaksud di sini ialah segala hal yang bersangkutan dengan jenis, macam, warna, ukuran, jumlah barang serta setiap kriteria yang diinginkan dan dapat mempengaruhi harga barang.Sebagai contoh: Bila A hendak memesan beras kepada B, maka A berkewajiban untuk menyebutkan: jenis beras yang dimaksud, tahun panen, mutu beras, daerah asal serta jumlah barang. Masing-masing kriteria ini mempengaruhi harga beras, karena –sebagaimana diketahui bersama- harga beras akan berbeda sesuai dengan perbedaan jenisnya, misalnya: beras rojo lele lebih mahal dibanding dengan beras IR.   Adapun jumlah barang, maka pasti mempengaruhi harga beras, sebab beras 1 ton sudah barang tentu lebih mahal bila dibandingkan dengan beras 1 kwintal dari jenis yang sama. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya :"Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula." (Muttafaqun 'alaih)
Syarat Keempat: Penentuan Tempo Penyerahan Barang PesananTidak aneh bila pada akad salam, kedua belah pihak diwajibkan untuk mengadakan kesepakatan tentang tempo pengadaan barang pesanan. Dan tempo yang disepakati –menurut kebanyakan ulama'- haruslah tempo yang benar-benar mempengaruhi harga barang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya :"Hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula." (Muttafaqun 'alaih)

Syarat Kelima: Barang Pesanan Tersedia di Pasar Pada Saat Jatuh TempoPada saat menjalankan akad salam, kedua belah pihak diwajibkan untuk memperhitungkan ketersedian barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan untung-untungan, yang keduanya nyata-nayata diharamkan dalam syari'at Islam.Sebagai contoh: Bila seseorang memesan buah musiman seperti durian atau mangga dengan perjanjian: "Barang harus diadakan pada selain waktu musim buah durian dan mangga", maka pemesanan seperti ini tidak dibenarkan. Selain mengandung unsur ghoror (untung-untungan), akad semacam ini juga akan menyusahkan salah satu pihak. Padahal diantara prinsip dasar perniagaan dalam islam ialah "memudahkan", sebagaimana disebutkan pada hadits berikut yang artinya:"Tidak ada kemadhorotan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan." (Riwayat Ahmad, Ibhnu Majah dan dihasankan oleh Al Albany)Syarat Keenam: Barang Pesanan Adalah Barang yang Pengadaannya Dijamin PengusahaYang dimaksud dengan barang yang terjamin adalah barang yang dipesan tidak ditentukan selain kriterianya. Adapun pengadaannya, maka diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha, sehingga ia memiliki kebebasan dalam hal tersebut. Pengusaha berhak untuk mendatangkan barang dari ladang atau persedian yang telah ada, atau dengan membelinya dari orang lain.Persyaratan ini bertujuan untuk menghindarkan akad salam dari unsur ghoror (untung-untungan), sebab bisa saja kelak ketika jatuh tempo, pengusaha –dikarenakan suatu hal- tidak bisa mendatangkan barang dari ladangnya, atau dari perusahaannya.
Inilah persyaratan akad salam secara global, dan yang –berdasarkan ilmu yang disebutkan dalam berbagai buku fiqih.


Beberapa Ketentuan as-Salam

As-Salam mempunyai tiga rukun (ketentuan pokok):
shighat (ijab dan qabul)

2. al-‘âqidân (dua orang yang melakukan akad as-salam), yaitu orang yang memesan/pembeli (rabb as-salam) dan yang menerima pesanan/penjual (al-muslam ilayh); keduanya haruslah orang yang secara syar‘i layak melakukan tasharruf

3. al-ma‘qûd ‘alayh (obyek akad), yaitu barang yang dipesan (al-muslam fîh) dan harga (ra’s mâl as-salam). Selain itu, ada syarat-syarat tertentu agar as-salam itu sah, yaitu syarat-syarat yang berkaitan dengan al-muslam fîh dan ra’s mâl as-salam.
Syarat-syarat berkaitan dengan al-muslam fîh adalah: Pertama, Harus sesuatu yang bisa ditimbang (al-makîl), ditakar (al-mawzûn) atau dihitung (al-ma’dûd). Karena, Allah melarang kita menjual sesuatu yang bukan milik kita atau belum sempurna kita miliki.,As-Salam adalah jual-beli yang demikian, namun oleh nash dikecualikan dari larangan itu, sehingga larangan itu khusus berlaku pada yang lain.
Pembangunan Ekonomi seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan azas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pelaku ekonomi untuk berperan sesuai dengan bidang usaha masing-masing.
Setelah kriteria barang yang diperlukan telah disepakati, maka kelak ketika telah jatuh tempo, ada beberapa kemungkinan yang terjadi:A. Kemungkinan Pertama: Penjual berhasil mendatangkan barang sesuai kriteria yang dinginkan, maka pembeli harus menerimanya, dan tidak berhak untuk membatalkan akad penjualan, kecuali atas persetujuan penjual.B. Kemungkinan Kedua: Penjual hanya berhasil mendatangkan barang yang kriterianya lebih rendah, maka pembeli berhak untuk membatalkan pesanannya dan mengambil kembali uang pembayaran yang telah ia serahkan kepada penjual. Sebagaimana ia juga dibenarkan untuk menunda atau membuat perjanjian baru dengan penjual, baik yang berkenaan dengan kriteria barang atau harga barang dan hal lainnya yang berkenaan dengan akad tersebut, atau menerima barang yang telah didatangkan oleh penjual, walaupun kriterianya lebih rendah, dan memaafkan penjual atau dengan membuat akad  jual-beli baru.Sikap apapun yang ditentukan oleh pemesan pada keadaan seperti ini, maka ia tidak dicela karenanya. Walau demikian, ia dianjurkan untuk memaafkan, yaitu dengan menerima barang yang telah didatangkan penjual atau dengan memberikan tenggang waktu lagi, agar penjual dapat mendatangkan barang yang sesuai dengan pesanan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya:
Dari sahabat Jabir bin Abdillah semoga Allah meridhai keduanya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Semoga Allah senantiasa merahmati seseorang yang senantiasa berbuat mudah ketika ia menjual,  ketika  membeli dan ketika menagih." (Riwayat Bukhary)C. Kemungkinan Ketiga: Penjual mendatangkan barang yang lebih bagus dari yang telah dipesan, dengan tanpa meminta tambahan bayaran, maka para ulama' berselisih pendapat; apakah pemesan berkewajiban untuk menerimanya atau tidak?Sebagian ulama' menyatakan, bahwa pemesan berkewajiban untuk menerima barang tersebut, dan ia tidak berhak untuk membatalkan pemesanannya. Mereka berdalih bahwa: Penjual telah memenuhi pesanannya tanpa ada sedikitpun kriteria yang terkurangi, dan bahkan ia telah berbuat baik kepada pemesan dengan mendatangkan barang yang lebih baik tanpa meminta tambahan uang. Sebagian ulama' lainnya berpendapat: Bahwa pemesan berhak untuk menolak barang yang didatangkan oleh penjual, apabila ia menduga bahwa suatu saat penjual akan menyakiti perasaannya, yaitu dengan mengungkit-ungkit kejadian tersebut di hadapan orang lain. Akan tetapi bila ia yakin bahwa penjual tidak akan melakukan hal itu, maka ia wajib untuk menerima barang tersebut. Hal ini karena penjual telah berbuat baik, dan setiap orang yang berbuat baik tidak layak untuk dicela atau disusahkan:"Tiada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik." (Qs. At Taubah: 91) Pendapat kedua inilah yang lebih moderat dan kuat, karena padanya tergabung  seluruh dalil dan alasan yang ada pada permasalahan ini,Sebagaimana mereka juga berdalil dengan hikmah dan tujuan disyari'atkannya akad salam, yaitu pemesan mendapatkan barang dengan harga yang murah, dan penjual mendapatkan keuntungan dari usaha yang ia jalankan dengan dana dari pemesan tersebut yang telah dibayarkan di muka. Oleh karenanya bila tempo yang disepakati tidak memenuhi hikmah dari disyari'atkannya salam, maka tidak ada manfaatnya akad salam yang dijalin. Pendapat kedua: Ulama' mazhab Syafi'i tidak sependapat dengan jumhur ulama', mereka menyatakan bahwa penentuan tempo dalam akad salam bukanlah persyaratan yang baku, sehingga dibenarkan bagi pemesan untuk memesan barang dengan tanpa tenggang waktu yang mempengaruhi harga barang, atau bahkan dengan tidak ada tenggang waktu sama-sekali.Mereka beralasan bahwa: bila pemesanan barang yang pemenuhannya dilakukan setelah berlalu waktu cukup lama dibenarkan, yang mungkin saja penjual tidak berhasil memenuhi pesanan, maka pemesanan yang langsung dipenuhi seusai akad lebih layak untuk dibenarkan.
Bila kita cermati kedua pendapat di atas, maka kita dapatkan pendapat kedualah yang lebih kuat. Hal ini berdasarkan alasan-alasan berikut:
Hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan pada permasalahan kita ini, tidak ada satu dalilpun yang nyata-nyata melarang akad salam yang tidak mengandung tenggang waktu pada proses penyerahan barang pesanan.

Berdasarkan alasan di atas, sebagian ulama' menyatakan bahwa selama suatu akad dapat ditafsiri dengan suatu penafsiran yang benar, maka penafsiran itulah yang semestinya dijadikan sebagai dasar penilaian.

Adapun hadits di atas, maka tidak tegas dalam pensyaratan tempo, sebagaimana hadits ini dapat ditafsirkan: "Bila kalian memesan hingga tempo tertentu, maka tempo tersebut haruslah diketahui/disepakati oleh kedua belah pihak." Penafsiran ini nampak kuat bila kita kaitkan dengan hal lain yang disebutkan pada hadits di atas, yaitu timbangan dan takaran. Para ulama' telah sepakat bahwa timbangan dan takaran tidak wajib ada pada setiap akad salam. Timbangan dan takaran wajib diketahui bersama bila akad salam dijalin pada barang-barang yang membutuhkan kepada takaran atau timbangan. Adapun pada barang yang penentuan jumlahnya dilakukan dengan menentukan hitungan, misalnya, salam pada kendaraan, maka sudah barang tentu takaran dan timbangan tidak ada perlunya disebut-sebut.

Setelah persyaratan tempo pengadaan barang ini disepakati oleh kedua belah pihak, maka ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi pada saat jatuh tempo:A. Kemungkinan Pertama: Pedagang berhasil mendatangkan barang pesanan tepat pada tempo yang telah disepakati, maka pada keadaan ini, pemesan berkewajiban untuk menerimanya. B. Kemungkinan Kedua: Pedagang tidak dapat mendatangkan barang pesanan, maka pemesan berhak menarik kembali uang pembayaran yang telah ia serahkan atau memperbaharui perjanjian, dengan membuat tempo baru. C. Kemungkinan Ketiga: Pedagang mendatangkan barang sebelum tempo yang telah disepakati. Pada keadaan ini apabila pemesan tidak memiliki alasan untuk menolak barang yang ia pesan, maka ia diwajibkan untuk menerimanya. Hal ini dikarenakan pedagang telah berbuat baik, yaitu dengan menyegerakan pesanan, dan orang yang berbuat baik tidak layak untuk disalahkan:"Tiada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik." (Qs. At Taubah: 91)Adapun bila pemesan memiliki tujuan yang dibenarkan untuk tidak menerima pesanannya kecuali pada tempo yang telah disepakati, maka ia dibenarkan untuk menolaknya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:"Tidak ada kemadhorotan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan." (Riwayat Ahmad, Ibhnu Majah dan dihasankan oleh Al Albany)Sebagai contoh: bila barang yang dipesan adalah, buah-buahan, sehingga cepat rusak, padahal pemesan bermaksud menjualnya pada tempo yang telah disepakati, karena pada saat itu harga buah tersebut lebih mahal, atau banyak peminatnya, maka pemesan dibenarkan untuk tidak menerima pesanannya kecuali pada tempo yang telah disepakati.Atau barang pesanannya membutuhkan gudang yang luas, sedangkan saat itu gudang yang dimiliki oleh pemesan sedang penuh, maka ia dibenarkan untuk tidak menerima pesanannya kecuali pada tempo yang telah disepakati.
BAB III

KESIMPULAN

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
 
Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighot).
 
Sebagaimana dapat dipahami dari namanya, yaitu as salam yang berarti penyerahan, atau as salaf, yang artinya mendahulukan, maka para ulama' telah menyepakati bahwa pembayaran pada akad as salam harus dilakukan di muka atau kontan, tanpa ada sedikitpun yang terhutang atau ditunda

Telah diketahui bahwa akad salam ialah akad penjualan barang dengan kriteria tertentu dan pembayaran di muka. Maka menjadi suatu keharusan apabila barang yang dipesan adalah barang yang dapat ditentukan melalui penyebutan kriteria. Penyebutan kriteria ini bertujuan untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada dihadapan mereka berdua. Dengan demikian, ketika jatuh tempo,–diharapkan- tidak terjadi percekcokan kedua belah pihak seputar barang yang dimaksud..


daftar pustaka :
http://punyahari.blogspot.com/2009/12/aplikasi-ekonomi-dan-akuntansi-syariah.html
http://drahani.wordpress.com/2008/03/05/aplikasi-akad-syariah-dalam-bisnis/
http://yayukaffah.ohlog.com/m.2009.10.html

Rabu, 01 Juni 2011

AKAD SALAM

AKAD SALAM

A. PENDAHULUAN
Salam merupakan salah satu jenis akad jual beli, dimana pembeli membayar terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya jelas, sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu dikemudian hari.
Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli mendapat jaminan memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Akad salam biasanya digunakan untuk pemesanan barang tertentu.


B. PENGERTIAN AKAD SALAM
Salam berasal dari kata As Salaf yang berarti pendahulaun, karena pemesanan barang menyerahkan uang di muka. Para fuqaha menamainya Al Mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walupun barang yang diperjual belikan tidak ada di tempat. “Mendesak”, dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari sementara dari sisi penjual, ia sangat membutuhkan uang tersebut.
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari. PSAK mendefinisikan Salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat- syarat tertentu.
Sedangkan, definisi Salam yang diberikan oleh para fuqaha berbeda-beda. Fuqaha Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari”. Fuqaha Hanabilah dan Syafi’iyah mendefinisikannya dengan “Akad yang telah disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli dikemudian hari”. Sedangkan Fuqaha Malikiyah mendefinisikannya dengan: “Jual-beli yang modalnya dibayar terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati”.
Sekilas, transaksi salam mirip dengan ijon. Padahal jual-beli Salam tidak sama dengan jual beli Ijon, karena dalam jual beli Salam kualitas dan kuantitas barang serta waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati sebelumnya, sehingga di dalamnya tidak ada unsur gharar. Karena itu, bila panen buah-buahannya kurang, penjual harus memenuhinya dari pohon yang lain. Tetapi bila lebih, maka kelebihannya itu menjadi milik penjual.
Dalam murabahah, kita kenal ada penjualan tangguh yang artinya barang diserahkan terlebih dahulu sedangkan pembayaran kemudian. Salam merupakan kebalikannya, dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
Dalam PSAK 103 dijelaskan alat pembayaran modal salam dapat berupa uang tunai, barang atau manfaat, tetapi tidak boleh berupa pembebanan utang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain. Oleh karena tujuan dari penyerahan modal usaha salam adalah sebagai modal kerja sehinnga dapat digunakan oleh pembeli untuk menghasilkan barang (produksi) sehingga dapat memenuhi pesanan.
Manfaat akad salam bagi pembeli adalah jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang telah disepakatinya diawal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktifitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga dilakukan oleh tiga pihak secara paralel: pembeli-penjual-pemasok yang disebut sebagai salam paralel. Resiko yang muncul dalam kasus ini adalah apabila pemasok tidak bisa mengirimkan barang maka ia tidak dapat memenuhi permintaan pembeli, resiko lain barang yang dikirimkan pemasok tidak sesuai dengan yang dipesan oleh si pembeli sehingga perusahaan memiliki persediaan barang tersebut dan harus mencari pembeli lain yang berminat. Sedangkan ia tetap memiliki kewaiban kepada pembeli dan pemasok.

C. JENIS AKAD SALAM
1. Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
2. Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesanan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memilikibarang pesanan dan memesan kepada pihak lainuntuk menyediakan barang pesanan tersebut.
Salam parallel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad yang pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antar pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak diperbolehkan.
Beberapa ulama kontemporer tidak membolehkan transasksi salam parallel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba.



Perbedaan antara Salam, Forward, dan Future




Salam Forward Future
Penentuan harga dan kuantitas produk yang akan dikirimkan Saat kontrak dibuat Saat kontrak dibuat Saat kontrak dibuat
Pengiriman barang Di masa depan sesuai dengan kontrak Di masa depan sesuai dengan kontrak Tidak harus ada pengiriman karena pembeli atau penjual dapat menutup kewajibannya dengan bertukar posisi
Pembayaran oleh pembeli Saat kontrak dibuat, pembeli harus melunasi seluruh nilai kontrak yang disetujui Saat barang diterima dimasa depan sesuai dengan kontrak Saat melakukan pembelian atau penjualan, investor harus menyimpan uang di clearing house dan setiap hari akan proses mark to the market
Barang yang menjadi objek kontrak Barang yang halal dan harus mudah ditemui dipasar Sesuai dengan kehendak pembeli dan penjual yang membuat kontrak forward Barang yang ditransaksikan distandarisasi. Umumnya future memperjualbelikan komoditas dan asset keuangan
Tujuan dibuatnya kontrak Memberikan modal kerja kepada penjual untuk memproduksi Lindung nilai dan spekulasi Lindung nilai dan spekulasi








D. DASAR SYARIAH AKAD SALAM

Sumber Hukum Akad Salam
Al-Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar….” (Q.S 2:282)
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu….(Q.S 5:1)


Al hadits
“Barang siapa melakukan salam, hendaknay ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim)
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh muqaradhah(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)

Rukun dan Ketentuan Akad Salam
Rukun salam ada tiga, yaitu:
1. Pelaku, terdiri atas penjual(muslim illaihi) dan pembeli(al muslam)
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan modal salam (ra’su maalis salam)
3. ijab Kabul/serah terima

Ketentuan sayri’ah, terdiri:
1. Pelaku adalah cakap hokum dan baligh
2. Objek akad
a. Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu:
1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
2) Modal salam bebrbentuk uang tunai
3) Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau pelunasan piutang.

b. Ketentuan syariah barang salam , yaitu:
1) Barang tersebut harus dapat dibedakan mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas sehingga tidak ada gharar.
2) Barang tersebut harus dapat dikuantifikasikan.
3) Waktu penyerahan barang harus jelas.
4) Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan.
5) Apabila barang tidak ada pada waktu yang ditentukan amaka akad menjadi fasakh/ rusakdan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad.
6) Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.
7) Apabila barang yang dikirimmemiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran
8) Apabila barang yang dikirim kualitasnya rendah, pembeli boleh memilih atau menolaknya.
9) Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempoasalan diketahui oleh kedua belah pihak.
10) Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah.
11) Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain.
12) Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah.

3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho diantara pelaku-pelaku akad baik secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara kmunikasi modern.


Berakhirnya Akad Salam
Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dpat membatalkan kontrak adalah:
1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat atau tudaks esuai dengan yang disepakati dalam akad.
3. Barangyangdikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.
4. Barang yang dikirim kualitsnya tidak sesuai akd tetapi pembeli menerimanya.
5. Barang diterima.

Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kualitsnya dan pembeli memilih untuk membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah diserahkannya. Pembatalan diungkinkan untuk keseluruhan barang pesanan, yang mengakibatkan pengembalian semua modal salam yang telah dibayarkan. Dapat juga berupa pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal salam










ILUSTRASI AKUNTANSI AKAD SALAM

Modal Salam dalam bentuk Uang Tunai

Transaksi (dalam ribuan) Penjual Pembeli
1 januari 2007

Pembeli memberikan modal salam keada penjual senilai Rp 100.000 secara tunai.
Pengiriman akan dilakukan setelah 31 Maret 2007/masa panen.


Kas 100.000
Utang salam 100.000


Piutang salam 100.000
Kas 100.000
31 Maret 2007

Barang yang dikirim oleh penjual.
 Barang yang dikirim sesuai akad


 Barang yang dikirim tidak sesuai akad
 jika pembeli menerima:
• nilainay lebih tinggi dari nilai akad salam 9asumsi nilai barang Rp 120.000)
• nilainya lebih rendah dari nilai akad salam(asumsi nilai barang Rp 95.000


 jika pembeli tidak menerima
• penjual diberikan tambahan waktu

• pembeli membatalkan pesanan, dan penjual melunasi



• pembeli membatalkan pesanan dan pembeli memiliki jaminan.

 Saat terima jaminan

 Saat jaminan dijual asumsi jaminan dijual oleh pembeli Rp 120.000


 Saat jaminan dijual, asumsi jaminan dijual oleh pembeli Rp 80.000



Utang salam 100.000
Penjualan 100.000






Utang salam 100.000
Penjualan 100.000




Utang salam 100.000
Penjualan 100.000




Perubahan dilakukan secara teknis operasional


Utang salam 100.000
Utang Lain-lain 100.000
Utang lain-lain 100.000
Kas 100.000







Dilakukan secara off balance sheet

Piutang 20.000
Utang salam 100.000
Asset 120.000
Kas 20.000
Piutang 20.000


Utang salam 100.000
Asset 80.000
Utang 20.000
Utang 20.000
Kas 20.000



Asset salam 100.000
Piutang salam 100.000






Asset salam 100.000
Piutang salam 100.000




Asset salam 95.000
Kerugian 5.000
Piutang salam 100.000



Perubahan dilakukan secara teknis operasional


Piutang salam 100.000
Piutang lain-lain 100.000
Kas 100.000
Piutang lain-lain 100.000







Dilakukan secara off balance sheet

Kas 120.000
Piutang salam 100.000
Utang 20.000
Utang 20.000
Kas 20.000


Piutang 20.000
Kas 80.000
Piutang salam 100.000
Kas 20.000
Piutang 20.000
Jika pihak penjual lalai sehingga dikenakan denda, sebesar Rp 5.000. Denda tersebut dibayar secara tunai Kerugian 5.000
Kas 5.000 Dana kebajikan-kas 5.000
Dana kebajikan-denda 5.000





















DAFTAR PUSTAKA


http://www.scribd.com/doc/39165127/PSAK-103
http://www.facebook.com/topic.php?uid=255621610421&topic=13518
Nurhayati, Sri, Akuntansi Syariah Indonesia, Jakarta:Salemba Empat , 2011
Hidayat, Mohammad, MBA, An Introduction to the Sharia Economic, Jakarta: Zikrul Hakim, 2010

Senin, 02 Mei 2011

Tanya Jawab tentang Lembaga Pembiayaan

BAB I
KEGIATAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA



1. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan?
Jawab : pembiayaan secara umum tidak dapat dilepaskan dengan pemahaman dasar atas istilah ‘perkreditan”. Di mana pada awal timbulnya kredit berasal dari bahasa yunani yaitu “credere” yang mempunyai arti “kepercayaan”. Disebut demikian karena pada awalnya kredit dilakukan berdasarkan atas asas kepercayaan dari pemilik dana dan pihak yang memerlukan dana.

2. Hal-hal Apa saja yang berhubungan dengan perusahaan pembiayaan sebagai lembaga ekonomi?
Jawab :
a) Perusahaan atau badan usaha : istilah perusahaan sebagai sebuah system diartikan sebagai kombinasi dari berbagai sumber daya ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses produksi serta distribusi barang dan jasa untuk mencapai tujuan tertentu, seperti keuntungan, pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun tanggung jawab social.
b) Lembaga pembiayaan : Definisi lembaga pembiayaan menurut Keppres RI No. 61 Tahun 1988 dalam pasal 1 ayat (2), yaitu: “Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyedia dana atua barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.”
c) Perusahaan pembiayaan : Definisi lembaga pembiayaan menurut Keppres RI No. 61 Tahun 1988 dalam pasal 1 ayat (5), yaitu: “Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keungan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.”
d) Lembaga pembiayaan sebagai institusi hukum dan ekonomi : dalam arti luas, institusi (lembaga) ekonomi adalah “sekumpulan norma-norma aturan main, dan cara pikir yang telah baku, hak milik, perusahaan-perusahaan, rumah tangga konsumen, pemerintah, uang, pajak, motivasi memperoleh keuntungan, perencanaan, anjak piutang, pembiayaan konsumen, modal ventura, usaha kartu kredit, perdagangan surat berharga, sewa guna usaha, semuanya adalah contoh-contoh institusi ekonomi.”
e) Bentuk badan hukum : Badan hukum sebagai subyek hukum dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi, yaitu (1) Badan hukum publik, misalnya Negara, Daerah Propinsi, Desa, Bank Indonesia, BUMN yang berorientasi kepentingan publik, dll. (2) badan hukum perdata, misalnay Perseroan Terbatas (PT), koperasi, commanditer veenotschapt (CV), yayasan, yang berorientasi pada pengaturan kepentingan internal dan/atau antar pribadi, yang didirikan berdasrakan hukum sipil atau perdata.







BAB II
KEGIATAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM BISNIS

1. Apa yang anda ketahui tentang lembaga pembiayaan?
Jawab : Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyedia dana atua barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Unsur-unsur yang terkait dengan lembaga pembiayaan yaitu:
a) Badan usaha;
b) Melakukan kegiatan pembiayaan;
c) Obyek pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal; dan
d) Tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
2. Bagaimana persyaratan dan tata cara pendirian perusahaan pembiayaan?
Jawab : Persyaratan dan tata cara pendirian perusahaan pembiayaan dapat diperhatikan dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 84/ PMK. 012 / 2006 tentang Perusahhan pembiayaan dalam pasal 1 ayat I bahwa izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha dibidang pembiayaan yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan RI.
Tata cara pendirian perusahaan pembiayaan dapat didirikan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi (Pasal 7 ayat (1) Peraturan Mentri Keuangan Nomor 84/ PMK. 012 / 2006). Kemudian dalam pasal yang sama dalam ayat (2) dinyatakan bahwa persyaratan pendirian Perusahaan Pembiayaan Konsumen sebagai brikut:
a) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hokum Indonesia; atau
b) Badan usaha asing dan warga negara Indonesia dan/ atau badan hukum Indonesia (patungan)

Pengajuan memperoleh izin usaha dari Kementrian keuangan RI bagi pendirian pembiayaan konsumen wajib mencantumkan dalam anggaran dasarnya kegiatan pembiayaan yang dilakukannya sesuai dengan format yang telah dilakukan yang wajib dilampiri dengan:
a) Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang
b) Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas
c) Data pemegang saham atau anggota
d) System dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia
e) Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama masih dalam proses pengajuan izin usaha
f) Rencana kerja untuk 2 tahun pertama
g) Bukti kesiapan operasional
h) Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan patungan
i) Pedoman Pelaksanaan penerapan prinsip Mengenal Nasabah (P4MN)












BAB III
LEMBAGA KARTU KREDIT

1. Apa yang nada ketahui tentang kartu kredit?
Jawab : kartu kredit yaitu kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawaannya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang.
Kartu kredit ini terbagi menjadi dua :
a) Kartu kredit pinjaman yang tidak dapat diperbaharui (charge card)
b) Kertu kredit pinjaman yang bisa diperbaharui (Revolving credit card)
2. Bagaimana pendapat para ulama tentang masalah kartu kredit?
Jawab : ulama fiqh kontemporer ketika membahas persoalan ini pandangan mereka terbagi menjadi dua kubu :
a) Kubu yang membolehkan. Mereka menganggap bahwa transaksi itu sah, namun komitmennya batal. Yakni apabla pihak nasabah yakin bahwa ia akan mampu menjaga diri untuk tidak terjerumus kedalam konsekuensi menanggung akibat komitmen tersebut.
b) Kubu yang melarang. Mereka menganggap teransaksi tersebut batal. Demikian pendapt tegas dari kalangan malikiyah dan syafiiyah





BAB IV
KEGIATAN ANJAK PIUTANG DALAM BISNIS

1. Apa yang disebut perusahaan anjak piutang?
Jawab : yaitu badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/ atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negri.
2. Bagaimana cara pengalihan piutang?
Jawab : yaitu piutang yang timbul dari perdagangan umumnya piutang atas nama (on nama). Dalam pasal 613 ayat ( 1) KUHP perdata ditentukan penyerahan piutang atas nam dan benda tak berwujud lainnya dilakukan dengan akta otentik atau tidak otentik, dengan mana hak-hak tersebut dilimpahkan pada orang lain.

Minggu, 01 Mei 2011

Peran dan Fungsi Bank dalam Perdagangan Internasional

A. PENDAHULUAN

Ekonomi internasional adalah salah satu bagian dari ilmu ekonomi yang sangat menarik untuk di kaji. Ekonomi internasional mempelajari dan menganalisis tentang transaksi internasional dan permasalahan yang timbul akibat dari kegiatan tersebut.
Ketika transaksi jual beli berubah dari transaksi model barter berubah menjadi transaksi dengan menggunakan alat perantara seperti uang dan alat yang lainnya, maka aktivitas perdagangan antar individu dalam suatu Negara, serta pembagian kerja diberbagai Negara yang berbeda terus meningkat.
Oleh karena itu perlu ada sebuah lembaga yang berfungsi sebagai katalisator dari permasalahan perdagangan internasional. Masalah yang timbul dari perdagangan internasional adalah masalah–masalah keuangan, dan lembaga yang dikatakan dapat menjadi katalisatornya adalah lembaga yang bergerak dalam bidang keuangan yaitu Bank.
Bila seseorang mendengar kata “bank” yang terlintas pertama kali di dalam benaknya adalah , kredit, tabungan, deposito, ATM atau mungkin transfer uang. Dapat dimaklumi, karena layanan perbankan tersebut merupakan layanan yang bersifat umum disediakan oleh bank artinya setiap orang apakah pengusaha, pegawai, ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar dan lain sebagainya dapat menggunakan layanan bank tersebut.

B. PEMBAHASAN
1. Definisi Bank

Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat banyak.
Bank merupakan institusi keuangan yang paling penting dalam ekonomi. Ketika konsumen dan produsen harus melakukan pembayaran untuk pembelian barang dan jasa, mereka menggunakan bank untuk menyediakan fasilitas cek atau kartu kredit. Saat seseorang kelebihan uang maka mereka dapat menitipkan uang di bank dan kemudian bank menyalurkan uang tersebut kepada orang yang memerlukannya. Manakal mereka memerlukan informasi keuangan dan perencanaan keuangan, bank dapat menjadi penasihat dan konsultannya .

2. Fungsi Lembaga Keuangan

Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank dalam perekonomian modern , yaitu :
a) Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan posisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
b) Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
c) Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
d) Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
e) Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
f) Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya.

Sedangkan Peter S. Rose dalam bukunya menjelaskan paling tidak ada sembilan fungsi pokok yang dapat dilayani lembaga keuangan bank, yakni fungsi kredit, fungsi investasi, fungsi pembayaran, funsi tabungan, fungsi pengelolaan kas, fungsi penjamin, fungsi perantara, fungsi perlindungan, dan fungsi kepercayaan.

3. Peran Bank dalam Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional terjadi karena adanya suatu kebutuhan oleh suatu bangsa akan suatu barang dan atau jasa yang di produksi dari bangsa lain. Tukar-menukar barang ini menjadi lebih mudah karena adanya transportasi dan komunikasi yang semakin baik untuk mendapatkan manfaat dari adanya transaksi Internasional.
Dari segi perbankan, transaksi Internasional dapat terjadi apabila terdapat hubungan koresponden antara bank di dalam negeri dengan bank di luar negri dan adanya rekening pada bank di luar negri. Bila bank dalam negri mempunyai rekening di luar negri, maka rekening tersebut disebut Rekening Nostro. Dan apabila bank luar negri mempunyai rekening di dalam negri, maka rekening tersebut disebut Rekening Vostro. Biasanya bank dalam negri akan membuka rekening Nostro pada suatu negara yang nilai mata uangnya kuat dan mata uang tersebut termasuk mata uang yang diperjual belikan di dalam negri. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya resiko foreign exchange. dan bank luar negri akan membuka rekening vostro dalam nilai rupiah.
Peranan bank dalam perdagangan Internasional adalah:
a) sebagai penjamin pembayaran (bank akan menjamin kepada eksportir untuk melakukan pembayaran apabila eksportir dapat melengkapi dokumen sesuai dengan persyaratan L/C)
b) penghubung antara eksportir dan importir (bank akan menjembatani kepentingan eksportir dan importir, sebab syarat2 yang tercantum dalam L/C adalah pencerminan dari sales kontrak antara penjual dan pembeli.
c) sumber informasi bagi importir dan eksportir (bagi improtir dan eksportir dapat mencari informasi tentang ekspor impor pada bank yang ada di negaranya).
d) sebagai financier (sebagai pihak yang akan membiayai perdagangan antara importir dan eksportir).

Kesepakatan antara eksportir dan importir, dituangkan dalam Sales Kontrak. Sales kontrak ini terdiri dari:
a) Terms of Goods (jenis barang, tipe barang, spesifikasi barang, keaslian barang, asal barang, jumlah dan kualitas barang, dan harga barang)
b) Terms of Delivery (port of loading dan port destination, partial shipment diperbolehkan atau tidak, transhipment diperbolehkan atau tidak)
c) Terms of Payment (advance payment, open account, collection, consignment, barter, red clause, sight L/C, dan usance L/C)
d) Terms of Document (dokumen finansial=> draft, wessel dan dokumen komersial=>invoice, transport dokumen, certificate of insurance, certificate of origin,packing list, weight list )


Credit line merupakan batas maksimum nilai transaksi yang diberikan oleh suatu bank terhadap bank korespondennya, dengan pertimbangan:
a) kinerja bank koresponden tersebut
b) rangking dan rating bank koresponden tersebut secara internasional
c) country risk dari bank koresponden tersebut
d) volume dan prospek bisnis yang dilakukan dengan bank koresponden tersebut berdasar azas resiprositas.
e) credit line yang ditetapkan terhadap bank koresponden terbagi atas:
f) commercial line,
g) money market line
h) foreign exchange line


4. Cara Pembayaran Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional memiliki karakter khusus yang lebih rumit jika dibandingkan dengan perdagangan di dalam negeri karena menyangkut Negara, jarak, bahasa, mata uang dan ketentuan yang berbeda antar Negara sehingga diperlukan suatu instrument yang dapat melindungi kepentingan masing-masing pihak yang terlibat, yaitu penjual atau seller dan pembeli atau buyer. Sampai saat ini LC masih dianggap sebagai instrument pembayaran yang paling disukai untuk mengakomodir kepentingan buyer dan seller. L/C terutama digunakan oleh para pelaku perdagangan internasional yang belum saling mengenal sehingga belum terbangun kepercayaan diantara keduanya atau digunakan untuk transaksi perdagangan dengan nilai yang relatip besar dan membutuhkan pembiayaan dari perbankan.

Macam-Macam Cara Pembayaran Perdagangan Internasional.

a. Advance Payment
Advance payment atau pembayaran dimuka adalah pembayaran yang dilakukan oleh buyer kepada seller sebelum barang di kapalkan. Cara pembayaran seperti ini biasa terjadi dalam pasar yang dikuasai oleh seller (seller’s market). Kelemahanya adalah kemungkinan barang tidak dikirim oleh seller, kualitas barang dan terms and conditions pengiriman tidak sesuai dengan perjanjian atau bahkan barang terlambat dikirim oleh seller. Peran bank dalam cara pembayaran ini adalah dalam hal penyediaan jasa transfer luar negeri.

b. Open Account
Open account atau perhitungan kemudian merupakan kebalikan dari advance payment yaitu buyer melaksanakan pembayaran dikemudian hari pada waktu yang telah disepakati. Cara pembayaran ini biasanya dilakukan dalam kondisi pembeli mempunyai posisi tawar yang tinggi (buyer’s market). Kelemahannya kemungkinan tidak terjadi pembayaran atau mengkin terlambat/melampaui batas waktu yang telah disepakati dalam perjanjian, pembayaran dicicil maupun jumlah pembayaran tidak sesuai perjanjian.
Sama dengan advance payment, peran bank dalam cara pembayaran ini hanya terbatas pada penyediaan jasa transfer luar negeri.

c. Consignment
Consignment atau konsinyasi adalah suatu cara pengiriman barang oleh seller yang belum terjual, jadi hanya dititipkan kepada suatu pihak untuk dijual sementara itu hak atas barang masih berada di pihak seller. Pembayaran baru dilakukan oleh pihak yang dititipi jika barang telah terjual dan dibeli oleh final buyer. Kelemahannya adalah tidak jelas kapan penjual akan menerima pembayarannya. Peranan bank dalam cara pembayaran ini juga hanya sebatas pada penyediaan jasa transfer luar negeri.

d. Draft Collection
Draft Collection adalah cara pembayaran melalui bank dengan cara pengiriman dokumen oleh seller kepada buyer dengan menggunakan jasa bank untuk menagih pembayaran. Dalam hal ini seller dapat meminta kepada banknya untuk menyerahkan dokumen kepada buyer atas dasar :

Documents against Payment (D/P) :
Dokumen disertai draft dikirim kepada buyer dan pada saat buyer menerima dokumen tersebut harus melakukan pembayaran terlebih dahulu.

Documents against Acceptance (D/A) :
Dokumen disertai draft dikirim kepada buyer namun pada saat buyer menerima dokumen tersebut ia cukup melakukan akseptasi (acceptance), sedangkan pembayaran dilaksanakan pada saat jatuh tempo.

Kelemahan cara pembayaran ini adalah kurang pastinya pembayaran dan potensi kerugian bagi seller jika buyer ternyata tidak mau menebus dokumen. Peranan bank dalam cara pembayaran ini adalah penyediaan jasa collection atau penagihan dokumen ekspor.

e. Letter of Credit
Secara umum, Letter of Credit atau Banker’s L/C dapat diartikan sebagai janji tertulis yang diterbitkan oleh sebuah bank (issuing bank) atas dasar permohonan applicant (importir) untuk membayar atau mengaksep atau mengambil alih draft apabila dokumen yang diserahkan oleh beneficiary (eksportir) sesuai dengan syarat dan kondisi janji tertulis yang diterbitkan oleh issuing bank.

Keuntungan menggunakan L/C bagi eksportir :
Dengan adanya unsur janji atau jaminan dari issuing bank maka eksportir dalam transaksi L/C dimungkinkan untuk memperoleh kemudahan dalam hal pembiayaan baik pembiayaan pra-pengapalan maupun pasca-pengapalan.
Dalam hal eksportir menerima irrevocable L/C ia tidak perlu cemas karena L/C tidak dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuannya.

Keuntungan menggunakan L/C bagi importir :
Importir lebih yakin karena banknya baru akan melaksanakan pembayaran setelah menerima dokumen asli pengapalan yang sesuai dengan persyaratan L/C dan pengiriman barang juga telah sesuai dengan jenis dan jumlah yang diminta oleh oleh importir.
Importir dapat menentukan jadwal pengiriman barang sehingga dapat lebih baik merencakan proses produksinya.

Kelemahan transaksi L/C bagi eksportir :
Jika dokumen ekspornya tidak sesuai dengan persyaratan L/C (discrepant document), meskipun barang sudah dikirim dan sesuai dengan pesanan importir, eksportir berpotensi tidak mendapatkan pembayaran dari bank atau setidak-tidaknya akan terjadi kelambatan pembayaran hasil ekspornya oleh bank.

Kelemahan transaksi L/C bagi importir :
Jika L/C yang dibuka oleh banknya kurang sesuai dengan keinginannya maka importir tidak serta merta dapat mengubah L/C tersebut karena harus mendapat persetujuan dari para pihak yang terlibat, yaitu eksportir dan bank.
Peranan bank dalam cara pembayaran dengan menggunakan L/C adalah berkaitan dengan pemberian jaminan pembayaran oleh issuing bank dan pemberian fasilitas negosiasi/pembayaran wesel ekspor oleh oleh negotiating bank atau banknya eksportir.


C. PENUTUP

Bank merupakan institusi keuangan yang paling penting dalam perdagangan internasional. Perdagangan Internasional terjadi karena adanya suatu kebutuhan oleh suatu bangsa akan suatu barang dan atau jasa yang di produksi dari bangsa lain. Transaksi Internasional dapat terjadi apabila terdapat hubungan koresponden antara bank di dalam negeri dengan bank di luar negri dan adanya rekening pada bank di luar negri. Perdagangan internasional memiliki karakter khusus yang lebih rumit jika dibandingkan dengan perdagangan di dalam negeri karena menyangkut Negara, jarak, bahasa, mata uang dan ketentuan yang berbeda antar Negara.
Tetapi perlu di ingat, pembayaran internasional yang telah dibicarakan panjang lebar diatas selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan, esensi dari uraian diatas adalah bagaimana agar transaksi internasional yang rumit menjadi mudah, cepat dan efisien dan tidak merugikan salah satu pihak. Pun kesejahteraan masyarakat dalam masing-masing Negara pendapatannya menjadi meningkat.






DAFTAR PUSTAKA


Irmayanto, juli. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta. FE Trisakti.
Nopirin Prof. Dr. 2006. Ekonomi Moneter. Bandung. Universitas Terbuka
Http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/02/19/pengertian-bank
Http://putracenter.net/2009/09/23/definisi-fungsi-dan-peranan-bank-umum-dalam-perekonomian
Http://slydut.wordpress.com/tag/perdagangan-internasional
Http://itserviceandfinance.blogspot.com/2006/06/sekilas-tentang-peranan-bank-dalam.html

Selasa, 30 November 2010

QIRADH

BAB QIRADH (Pinjam Meminjam)
1. KEUTAMAAN QIRADH (PINJAM MEMINJAM)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan di antara sekian banyak kesusahan dunia dari seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan hari kiamat; barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang didera kesulitan, niscaya Allah memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut selalu menolong saudaranya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1888, Muslim IV: 2047 no: 2699, Tirmidzi IV: 265 no: 4015, ‘Aunul Ma’bud XIII: 289 no: 4925).
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti shadaqah sekali.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 1389 dan Ibnu Majah II: 812 no: 2430).
2. PERINGATAN KERAS TENTANG HUTANG
Dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah saw, bahwa Beliau bersabda, “Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1956, Ibnu Majah II: 806 no: 2412, Tirmidzi III: 68 no: 1621).
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (Shahih: Shahihul Jami’ no: 6779 al-Misykah no: 2915 dan Tirmidzi II: 270 no: 1084).
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1985, Ibnu Majah II: 807 no: 2414).
Dari Abu Qatadah ra bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhal. Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah saw kepadanya “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Melainkan hutang, karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1197, Muslim III; 1501 no: 1885, Tirmidzi III: 127 no: 1765 dan Nasa’i VI: 34).
3. ORANG YANG MENGAMBIL HARTA ORANG LAIN DENGAN NIAT HENDAK DIBAYAR ATAU DIRUSAKNYA
Dari Abi Hurairah ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Barangsiapa mengambil harta orang lain dengan niat hendak menunaikannya, niscaya Allah akan menunaikannya, dan barang siapa yang mengambilnya dengan niat hendak merusaknya, niscaya Allah akan merusakkan dirinya.” (Shahih: Shahihul Jami’ no: 598 dan Fathul Bari V: 53 no: 2387).
Dari Syu’aib bin Amr, ia berkata: Shuhaibul Khair ra telah bercerita kepada kami, dari Rasulullah saw, bahwasannya Beliau bersabda, “Setiap orang yang menerima pinjaman dan ia bertekad untuk tidak membayarnya, niscaya ia bertemu Allah (kelak) sebagai pencuri.” (Hasan Shahih: Shahihul Ibnu Majah no: 1954 dan Ibnu Majah II: 805 no: 2410).
4. PERINTAH MELUNASI HUTANG
Allah swt berfirman :
“Sesunguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An-Nisaa’: 58).
5. MEMBAYAR DENGAN BAIK
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Adalah Nabi saw pernah mempunyai tanggungan berupa unta yang berumur satu tahun kepada seorang laki-laki. Kemudian ia datang menemui Nabi saw lalu menagihnya. Maka Beliau bersabda kepada para Shahabat, “Bayar (hutangku) kepadanya.” Kemudian mereka mencari unta yang berusia setahun, ternyata tidak mendapatkannya, melainkan yang lebih tua. Kemudian Beliau bersabda, “Bayarkanlah kepadanya.” Lalu jawab laki-laki itu, “Engkau membayar (hutangmu) kepadaku (dengan lebih sempurna), niscaya Allah menyempurnakan karunia-Nya kepadamu.” Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang terbaik di antara kamu dalam membayar hutang.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil V: 225, Fathul Bari IV: 58 no: 2393, Muslim III: 1225 no: 1601, Nasa’i VII: 291 dan Tirmidzi II: 389 no: 1330 secara ringkas).
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, “Saya pernah menemui Nabi saw di dalam masjid Mis’ar berkata, “Saya berpendapat dia (Jabir) berkata: Di waktu shalat dhuha, kemudian Rasulullah bersabda, “Shalatlah dua raka’at.” Dan Rasulullah pernah mempunyai tanggungan hutang kepadaku, lalu Rasulullah membayar lebih kepadaku.” (Shahih: Fathul Bari V: 59 no: 2394, ‘Aunul Manusia’bud IX: 197 no: 3331 kalimat terakhir saja).
Dari Isma’il bin Ibrahim bin Abdullah bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi dari bapaknya dari datuknya, bahwa Nabi saw pernah meminjam uang kepadanya pada waktu perang Hunain sebesar tiga puluh atau empat puluh ribu. Tatkala Beliau tiba (di Madinah), Beliau membayarnya kepadanya. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya, “Mudah-mudahan Allah memberi barakah kepadamu pada keluarga dan harta kekayaanmu; karena sesungguhnya pembayaran hutang itu hanyalah pelunasan dan ucapan syukur alhamdulillah.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1968 dan Ibnu Majah II: 809 no: 2424, dan Nasa’i VII: 314).
6. MENAGIH HUTANG DENGAN SOPAN
Dari Ibnu Umar dan Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menuntut haknya, maka tuntutlah dengan cara yang baik, baik ia membayar ataupun tidak bayar.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1965 dan Ibnu Majah II: 809 no: 2421).
7. MEMBERI TANGGUH KEPADA ORANG YANG KESULITAN
Allah swt berfirman:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan, menshadaqahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS al-Baqarah: 280)
Dari Hudzaifah ra, ia berkata: Saya pernah mendengar Nabi saw bersabda, “Telah meninggal dunia seorang laki-laki.” Kemudian ia ditanya, “Apakah yang pernah engkau katakan (perbuat) dahulu?” Jawab Beliau, “Saya pernah berjual beli dengan orang-orang, lalu saya menagih hutang kepada orang yang berkelapangan dan memberi kelonggaran kepada orang berada dalam kesempitan, maka diampunilah dosa-dosanya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1963 dan Fathul Bari V: 58 no: 2391).
Dari Abul Yusri, sahabat Nabi saw, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dalam naungan-Nya (pada hari kiamat), maka hendaklah memberi tangguh kepada orang yang berada dalam kesempitan atau bebaskan darinya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1963 dan Ibnu Majah II: 808 no: 2419).
8. PENUNDAAN ORANG MAMPU ADALAH ZHALIM
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Penundaan orang yang mampu adalah suatu kezhaliman.” (Muttfaaqun ’alaih: Fathul Bari V: 61 no: 2400, Muslim III: 1197 no: 1564 ‘Aunul Ma’bud IX: 195 no: 3329, Tirmidzi II: 386 no: 1323, Nasa’I VII: 317 dan Ibnu Majah II: 803 no: 2403).
9. BOLEH MEMENJARAKAN ORANG YANG ENGGAN MELUNASI HUTANG PADAHAL MAMPU
Dari Amr bin asy-Syuraid dari bapaknya Rasulullah saw bersabda, “Penundaan orang yang mampu (membayar) dapat menghalalkan kehormatannya dan pemberian sanksi kepadanya.” (Hasan: Shahih Nasa’i no: 4373, Nasa’i VII: 317, Ibnu Majah II: 811 no: 2427, ‘Aunul Ma’bud X: 56 no: 3611 dan Bukhari secara mu’allaq lihat Fathul Bari V: 62).
10. SETIAP PINJAMAN YANG MENDATANGKAN MANFA’AT ADALAH RIBA
Dari Abu Buraidah (bin Abi Musa), ia bercerita, “Saya pernah datang di Madinah, lalu bertemu dengan Abdullah bin Salam. Kemudian ia berkata kepadaku, “Marilah pergi bersamaku ke rumahku, saya akan memberimu minum dengan sebuah gelas yang pernah dipakai minum Rasulullah saw dan kamu bisa shalat di sebuah masjid yang Beliau pernah shalat padanya.” Kemudian aku pergi bersamanya (ke rumahnya), lalu (di sana) ia memberiku minum dengan minuman yang dicampur tepung gandum dan memberiku makan dengan tamar, dan aku shalat di masjidnya. Kemudian ia menyatakan kepadaku, “Sesungguhnya engkau berada di tempat di mana praktik riba merajalela, dan di antara pintu-pintu riba adalah seorang di antara kamu yang memberi pinjaman (kepada orang lain) sampai batas waktu (tertentu), kemudian apabila batas waktunya sudah tiba, orang yang menerima pinjaman itu datang kepadanya dengan membawa sekeranjang (makanan) sebagai hadiah, maka hendaklah engkau menghindar dari sekeranjang (makanan) itu dan apa yang ada di dalamnya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil V: 235 dan Baihaqi V: 349).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 694 - 702.




Hukum Pinjam Meminjam Dalam Islam (Al Ariyyah)
HUKUM AL ARIYYAH
Al Ariyyah adalah sesuatu yang diberikan kepada orang lain dalam jangka waktu tertentu lalu dikembalikan kepada pemilik.
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa…” (Al Maaidah 2)
Ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam meminjam baju besi dari Shafwan bin Umaiyyah, Shafwan berkata, “Apakah ini perampasan hai Muhammad ?”. Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda, “Namun Al Ariyyah itu harus diganti.”
Hukum-hukumnya :
• Harus sesuatu yang boleh dipinjamkan. “…dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (Al Maaidah 2)
• Jika yang meminjamkan mensyaratkan kepada peminjam untuk mengganti barang yang dipinjamkan jika mengalami kerusakan, maka pihak peminjam wajib mengganti. Jika yang meminjamkan tidak mensyaratkan, tetapi barang rusak bukan karena keteledoran peminjam, maka disunnahkan untuk mengganti, tidak diwajibkan. Tetapi jika rusak karena keteledoran peminjam, maka wajib diganti walaupun pemilik tidak mensyaratkannya. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda, “Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia menunaikannya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi, Al Hakim mengshahihkannya).
• Peminjam harus menanggung biaya pengangkutan pada saat pengembalian.
• Peminjam tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya. Boleh meminjamkan lagi ke orang lain dengan izin dari pemilik.
• Jika seseorang meminjamkan kebun untuk ditembok, peminjam tidak boleh mengambil lagi hingga temboknya roboh. Jika meminjamkan sawah untuk ditanami, peminjam tidak boleh mengambilnya hingga panen usai.
• Jika meminjamkan dalam jangka waktu tertentu, peminjam disunnahkan untuk tidak mengambil barangnya sebelum masa waktunya habis.
Maraji’ :
• Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57
• An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.
• Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.

fiqh zakat bag.4 (habis)

Nishab dan Kadar Zakat
http://www.dompetdhuafa.or.id/zakat/z007.htm
1. HARTA PETERNAKAN
a. Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor) Zakat
30-39
40-59
60-69
70-79
80-89 1 ekor sapi jantan/betina tabi' (a)
1 ekor sapi betina musinnah (b)
2 ekor sapi tabi'
1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi'
2 ekor sapi musinnah
Keterangan :
a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
b. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor) Zakat
40-120
121-200
201-300 1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
2 ekor kambing/domba
3 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.
c. Ternak Unggas(ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %
Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
1.Ayam broiler 5600 ekor seharga
2.Uang Kas/Bank setelah pajak
3.Stok pakan dan obat-obatan
4. Piutang (dapat tertagih) Rp 15.000.000
Rp 10.000.000
Rp 2.000.000
Rp 4.000.000
Jumlah Rp 31.000.000
5. Utang yang jatuh tempo Rp 5.000.000
Saldo Rp26.000.000
Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :
 Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
 Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00
d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:
Jumlah(ekor) Zakat
5-9
10-14
15-19
20-24
25-35
36-45
45-60
61-75
76-90
91-120 1 ekor kambing/domba (a)
2 ekor kambing/domba
3 ekor kambing/domba
4 ekor kambing/domba
1 ekor unta bintu Makhad (b)
1 ekor unta bintu Labun (c)
1 ekor unta Hiqah (d)
1 ekor unta Jadz'ah (e)
2 ekor unta bintu Labun (c)
2 ekor unta Hiqah (d)
Keterangan:
(a) Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
(b) Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
(c) Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
(d) Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
(e) Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
2. EMAS DAN PERAK
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :
Tabungan
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo) Rp 5 juta
Rp 2 juta
100 gram
Rp 1.5 juta
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :
1.Tabungan
2.Uang tunai
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000 Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 1.000.000
Jumlah Rp 8.000.000
Utang Rp 1.500.000
Saldo Rp 6.500.000
Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.
3. PERNIAGAAN
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1. Kekayaan dalam bentuk barang
2. Uang tunai
3. Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.
Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :
1.Mebel belum terjual 5 set
2.Uang tunai
3. Piutang Rp 10.000.000
Rp 15.000.000
Rp 2.000.000
Jumlah Rp 27.000.000
Utang & Pajak Rp 7.000.000
Saldo Rp 20.000.000
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)
Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara:
4. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
5. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
4. HASIL PERTANIAN
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).
sumber :
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republia, 1996


Zakat Profesi
Dasar Hukum
Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk oramng miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19)
Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.
(QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi)
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
sumber :


Harta Lain-lain
1. Saham dan Obligasi
Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh:
Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,-
Total jumlah harta(saham) = 500.000 x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,-
Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp. 66.750.000,-
2. Undian dan kuis berhadiah
Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maa wajib dizakati sebasar 20% (1/5)
Contoh:
Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa mobil sedan seharga Rp.52.000.000,- dengan pajak undian 20% ditanggung pemenang.
Harta Fitri = Rp.52.000.000,- -Rp.10.400.000,- = Rp.41.600.000,-
Zakat = 20% x Rp.41.600.000,- = RP.8.320.000,-
3. Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran
Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:
a. Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa , maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut.
Contoh:
Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua.
Zakat = 2.5% x (Rp.150.000.000,- - Rp.90.000.000,-)
= Rp.1.500.000,-
b. Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya.



Hikmah Zakat
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yng berkaitan dengan Sang Khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain :
1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT
2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.
3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.
4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama)
5. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat
6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah
7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme 9atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.

Rabu, 20 Oktober 2010

fiqh zakat bag.3

BAGIAN III

HARTA BENDA OBJEK ZAKAT


A. Pengertian Harta Benda
Menurut Yusuf Qardawi, yang dimaksud dengan harta atau al-amwâl bentuk jamak dari kata al-mâl, pada awalnya ketika al-Qur'an diturunkan, adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya.
Ibnu Atsir, sebagaimana dalam kamus Lisan al-Arab, mengemukakan bahwa pada mulanya harta itu berupa emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki, termasuk menurut orang Arab pada waktu kekayaan yang terpenting adalah ternak unta.

B. Jenis-jenis Harta Benda (mâl) yang Wajib Diza-kati
Dalam masalah harta benda yang wajib dizakati, Al-Qur'an tidak memberi ketegasan segala persyarat-an dan ukuran yang mesti dipenuhi. Menurut Mahmud Syaltut, Al-Qur'an dalam mengungkapkan harta yang wajib dizakati menggunakan kata-kata yang umum yang mencakup segala sesuatu yang dimiliki manusia berupa uang, binatang ternak, tanaman, dan sesuatu yang dijadikan penopang hidup.
Dalam hal ini al-Qur'an hanya mengungkapkan dasar-dasar kewajiban zakat dengan menyebutkan sebagian harta benda yang wajib dizakati, sementara tidak menjelaskan jenis dan macam serta ukuran harta benda yang wajib dizakati. Dalam hal perincian mengenai harta benda, ukuran dan cara melaksanakannya kewajiban zakat dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, dan selanjutnya dijelaskan oleh para ulama melalui ijtihad.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang sumber-sumber zakat. Sebagian ada yang menyempitkan pendapatnya hanya pada sumber-sumber atau objek-objek zakat yang terdapat contohnya di zaman Nabi, sedangkan sebagian lagi meluaskan pendapatnya didasarkan analogi (qiyas) pada sumber-sumber zakat di zaman Nabi tersebut, atau dengan cara mengambil kesimpulan dari pengertian harta yang bersifat umum.
Masih menurut Yusuf Qardawi , memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan dan diperingatkan al-Qur'an untuk dikeluarkan zakatnya sebagai hak Allah, yaitu: emas dan perak(QS. At-taubah:34), tanaman dan buah-buahan (QS. Al-An’am:141), usaha, misalnya usaha perdagangan dan lainnya (QS. Al-Baqarah:267), barang-barang tambang yang dikeluarkan dari perut bumi "dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari perut bumi" (QS. Al-Baqarah:267).
Selain dari yang disebutkan itu, menurut Qardawi, al-Qur'an hanya merumuskan apa yang wajib dizakatkan itu dengan rumusan yang sangat umum yaitu kata-kata amwâl seperti dalam surat at-Taubah ayat 103. Oleh karena itu menurut Ibnu Rusyd , sebagian ulama sepakat pada harta-harta tertentu dan tidak sepakat pada harta yang lain. Menurutnya, yang telah disepakati oleh para ulama adalah 1. dari barang tambang ada dua macam yaitu emas dan perak, yang tidak menjadi perhiasan, 2. dari binatang ada tiga macam, yaitu unta, lembu dan kambing (yang semuanya diternakan, tidak dipekerjakan). 3. dari biji-bijian ada dua macam yaitu gandum dan sya'ir. 4. dari buah-buahan ada dua amacam yaitu korma dan anggur kering (kismis).
Harta selain yang disebutkan di atas diperselisihkan, apakah wajib dizakati atau tidak. Harta yang diperselisihkan kewajiban zakatnya antara lain: emas dan perak yang menjadi perhiasan, buah-buahan selain yang disebutkan di atas, madu, perusahaan dan pendapatan, uang kertas dan surat-surat berharga, dan pertambangan kekayaan laut.
Sementara itu menurut Sayyid as-Sabiq, al-Jaziri, Wahbah az-Zuhaili, Nashih 'Ulwan, dan Jawad Mughniyah, yang wajib dizakati itu ada lima macam yaitu: Petama, emas dan perak (termasuk uang), Kedua, barang-barang dagangan, yang mencakup setiap sesuatu yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menarik keuntungan menurut tradisi yang berlaku di kalangan para saudagar dan pedagang. Ketiga, hewan ternak yang kalsifikasinya mencakup unta, sapi dan kerbau serta kambing. Keempat, hasil-hasil pertanian dengan segala jenis dan bentuknya. Kelima, barang-barang mineral yang klasifikasinya mencakup setiap apa yang dikeluarkan (dieksplotasi) dari bumi, berupa benda-benda logam, seperti biji besi, tembaga dan lain sebagainya. Zakat dari jenis-jenis tersebut dapat dikategorikan sebagai zakat konvensional.
Dalam UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 11 ayat 2, harta yang dikenai zakat adalah: a. emas, perak, dan uang, b. perdagangan dan perusahaan, c. hasil pertanian, perkebunan, dan hasil perikanan, d. hasil pertambangan. e. hasil peternakan, f. hasil pendapat dan jasa, g. rikaz. Dalam undang-undang ini sudah dimasukan ke dalam harta yang menjadi objek zakat yaitu hasil pendapatan dan jasa.
Sejalan dengan perkembangan sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, maka beberapa ulama kontemporer seperti Mahmud Syaltut, Yusuf Qardawi, dan Wahbah az-Zuhaili, menyatakan bahwa ketentuan syari'at tentang harta yang wjib dizakati itu bersifat kondisional, karena itu masih terbuka kemungkinan untuk bertambah sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu objek zakat saat kini sudah menyebar ke dalam sektor baru yang secara nyata bisa mendatangkan lebih banyak harta dibandingkan yang dihasilkan dari mata pencaharian tradisional. Kepemilikan saham dan obligasi akan dapat jauh lebih besar hasilnya ketimbang menyimpan emas dan perak. Juga munculnya banyak pekerjaan yang dapat menghasilkan harta yang jauh lebih banyak dari pada pertanian dan lainnya. Misalnya penghasilan dari pekerjaan profesi, jasa kesehatan, hakim, pengacara, konsultan arsitek, artis, olahragawan, dan usaha jasa lainnya.
Dimensi umum ini memberikan peluang kepada fuqaha untuk mengembangkan variasi konsep harta wajib zakat kepada jenis-jenis yang belum ditemukan pada masa Nabi, seperti deposito, saham, obligasi, jasa konsultan, industri dan sebagainya. Pengembangan harta yang wajib dizakati tentu saja berakibat pada pengembangan subjek zakat (muzakki) bukan hanya orang pribadi namun juga badan/lembaga baik yang berorientsi profit maupun nonprofit. Harta dan sumber harta ini dikategorikan sebagai zakat kontemporer atau modern.


C. Syarat-syarat Harta Benda yang Wajib Dizakati
Sejalan dengan ketentuan agama Islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban ynag dibebankan kepada umatnya, maka dalam penetapan harta menjadi sumber atau objek zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang muslim tidak memenuhi ketentuan, misalnya belum mencapai nishab, maka harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan zakatnya. Meskipun belum memenuhi kewajiban untuk berzakat, tetapi seorang muslim dianjurkan untuk berinfak dan bersedekah.
Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai berikut:
1. Milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut hak orang lain, dan ia dapat menikmatinya . Adapun yang menjadi penetapan alasan ini adalah penetapan pemilikan yang jelas (misalnya harta kamu atau harta mereka dalam berbagai ayat al-Qur'an maupun hadis nabi yang berkaitan dengan zakat. Misalnya firman Allah dalam surat at-Tawbah ayat 103 dan surat al-Ma'arij ayat 24-25:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka …" (at-Tawbah: 103)
"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)" (al-Ma'arij: 24-25).

Juga hadis Nabi dari Mu'adz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim ketika Rasulullah mengutusnya ke Yaman, dalam hadits tersebut terdapat kalimat:

... أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنيائهم

…bahwasanya Allah telah mewajibkan zakat atas harta-harta …..

Alasan lainnya, bahwa zakat adalah pemberian pemilikan kepada orang-orang yang berhak, yaitu fakir miskin dan yang lainnya, dan pemberian pemilikan di sini merupakan unsur memiliki. Sebab bagaimana mungkin seseorang memberikan pemilikan kepada orang lain bila ia sendiri bukanlah pemiliknya.
2. Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan dengan sengaja. Berkembang dalam arti memberikan keuntungan, bungan atau pendapatan, dengan berbagai kegiatan usaha, perdagangan, pembelian saham, atau ditabungkan baik dilakukan sendiri atau bersama.
Atas dasar ini, zakat tidak wajib rumah kediaman, pakaian yang dikenakan, alat-alat mesin produksi, binatang-binatang yang dipakai untuk mengolah pertanian, dan buku-buku ilmu pengetahuan, kecuali jika diperdagangkan. Hal ini telah terjadi pada zaman Rasulullah SAW, misalnya pada kuda untuk berperang atau hamba sahaya termasuk harta yang tidak produktif. Karenanya tidak menjadi sumber atau objek zakat. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan :
ليس على المسلم صدقة في عبده ولا فرسه
"Tidaklah wajib sedekah (zakat) bagi seorang muslim yang memiliki hamba sahaya dan kuda."

Dalam istilah fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardawi, pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret. Bertambah secara konkret adalah bertambah akibat pembiakan, perdagangan dan sejenisnya. Sedangkan bertambah tidak secara konkret adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain atas namanya.
Syarat ini sesungguhnya mendorong setiap muslim untuk memproduktifkan harta yang dimilikinya. Harta yang diproduktifkan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan salah satu makna zakat secara bahasa yaitu an-Namā' "berkembang dan bertambah”.
3. Harta tersebut menurut menurut pendapat jumhur ulama, harus mencapai nishab atau senilai dengannya, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena wajib zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram, Nisab kambing 40 ekor, nisan sapi 30 ekor dan unta 5 ekor. Adapun yang menjadi dasar nishab ini adalah berbagai hadis yang berkaitan dengan standar minimal kewajiban zakat. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id al-Khudry:

عن أبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ مِنْ الْإِبِلِ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ
.

Dari Abi Sa'id al-Khudry dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Tidak wajib sedekah (zakat) pada tanaman kurma yang kurang dari lima awsaq, tidak wajib sedekah (zakat) pada perak yang kurang dari lima awaq, dan tidak wajib sedekah (zakat) pada unta yang kuran dari lima ekor."

4. Pada beberapa objek zakat tertentu seperti binatang ternak, uang, barang dagangan, harus berada atau dimiliki ataupun diuasahakan oleh si muzakki dalam tenggang waktu satu tahun qomariyah. Inilah yang kemudian disebut persyaratan al-hawl. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah dari Ali bin Abi Thalib, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'I dan al-Hakim:
وليس في مال زكاة حتى يحول عليه الحول.
"Dan tidak zakat pada harta kecuali jika sudah berlalau satu tahun".

Sedangkan zakat pertanian tidak terkait dengan ketentuan hawl (berlalu waktu satu tahun), ia harus dikeluarkan pada saat memetik atau memanennya jika mencapai nishab, berdasar-kan al-Qur'an surat al-An'am ayat 141.
5. Harta yang berkembang yang wajib dizakati tersebut, menurut beberapa ulama Hanafi, lebih dari kebutuhan biasa pemiliknya. Hal itu karena dengan lebih dari kebutuhan biasa itulah seseorang disebut kaya. Tetapi ulama-ulama yang lain tidak memasukkan ketentuan itu dalam kekayaan yang berkembang. Hal itu oleh karena sesuatu yang menjadi kebutuhan biasa, biasanya tidaklah disebut berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang, seperti pada rumah tempat tinggal, hewan yang ditunggangi, pakaian yang dipakai, buku-buku koleksi, dan alat-alat kerja.



Harta Benda Objek Zakat
Adapun rincian mengenai harta benda yang menjadi objek zakat beserta nishab dan kadarnya penulis akan menguraikan secara ringkas di bawah ini:

1. Zakat Hewan Ternak
Binatang-binatang ternak semuanya diciptakan Allah SWT untuk kepentingan manusia, antara lain untuk menjadi alat kendaraan, sumber bahan makanan (diambil dagingnya) dan minuman (diambil air susunya), juga sumber bahan pakaian (diambil bulu dan kulitnya). Oleh karena itu pantaslah jika Allah meminta para pemilik binatang tersebut bersyukur atas nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka. Realisasi konkrit dari rasa syukur tersebut sesuai dengan tuntunan ajaran Islam adalah dengan cara mengeluarkan zakatnya.
Kewajiban mengeluarkan zakat pada binatang ternak ditetapkan dalam sunnah Nabi melalui hadits-hadits yang sangat populer di antaranya hadits Abu Bakar yang mengandung penjelasan mengenai besar zakat yang dikeluarkan pada binatang ternak unta dan nisabnya, binatang ternak lain berikut nisabnya, tata cara zakat dua macam binatang ternak yang bercampur, penjelasan tentang zakat binatang ternak, bahwa yang harus dikeluarkan adalah binatang yang tidak tua dan tidak terlalu muda, dan jantan, kecuali jika orang yangmengeluarkan zakat dalam bentuk unta, serta penjelasan tentang zakat perak sebesar seperempat puluh.
Juga hadits dari Mu'adz bin Jabal ketika ia Rasulullah mengutusnya ke Yaman:

عن معاذ بن جبل رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن فأمره أن يأخذ من كل ثلاثين بقرة تبيعا أو تبيعة ومن كل أربعين مسنة ..... رواه الخمسة

Dari Mu'adz bin Jabal, ia diutus Rasulullah ke Yaman, dan beliau menyuruhnya untuk memungut zakat zakat dari tiap-tiap tiga puluh ekor sapi, seekor sapi satu tahun jantan atau betina. Dan tiap-tiap empat puluh ekor sapi anak sapi betina umur dua tahun.

Juga hadits:

- حدثنا محمد بن عبد الله بن المثنى الأنصاري قال حدثني أبي قال حدثني ثمامة بن عبد الله بن أنس أن أنسا حدثه : أن أبا بكر رضي الله عنه كتب له هذا الكتاب لما وجهه إلى البحرين بسم الله الرحمن الرحيم هذه فريضة الصدقة التي فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم على المسلمين والتي أمر الله بها رسوله فمن سألها من المسلمين على وجهها فليعطها ومن سئل فوقها فلا يعط ( في أربع وعشرين من الإبل فما دونها من الغنم من كل خمس شاة فإذا بلغت خمسا وعشرين إلى خمس وثلاثين ففيها بنت مخاض أنثى فإذا بلغت ستا وثلاثين إلى خمس وأربعين ففيها بنت لبون أنثى فإذا بلغت ستا وأربعين إلى ستين ففيها حقة طروقة الجمل فإذا بلغت واحد وستين إلى خمس وسبعين ففيها جذعة فإذا بلغت - يعني - ستا و سبعين إلى تسعين ففيها بنتا لبون فإذا بلغت إحدى وتسعين إلى عشرين ومائة ففيها حقتان طروقتا الجمل فإذا زادت على عشرين ومائة ففي كل أربعين بنت لبون وفي كل خمسين حقة ومن لم يكن معه إلا أربع من الإبل فليس فيها صدقة إلا أن يشاء ربها فإذا بلغت خمسا من الإبل ففيها شاة وفي صدقة الغنم في سائمتها إذا كانت أربعين إلى عشرين ومائة شاة فإذا زادت على عشرين ومائة إلى مائتين شاتان فإذا زادت على مائتين إلى ثلاثمائة ففيها ثلاث شياه فإذا زادت على ثلاثمائة ففي كل مائة شاة فإذا كانت سائمة الرجل ناقصة من أربعين شاة واحدة فليس فيها صدقة إلا أن يشاء ربها وفي الرقة ربع العشر فإن لم تكن إلا تسعين ومائة فليس فيها شيء إلا أن يشاء ربها )

Para ulama telah sepakat kewajiban pada tiga jenis hewan ternak, yaitu unta, sapi termasuk kerbau, kambing dan domba. Sedangkan di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu Hanifah berpendapat bahwa pada binatang kuda dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi'i tidak mewajibkannya, kecuali bila kuda itu diperjualbelikan. Hal yang senada diungkapkan oleh Sayid Sabiq, bahwa tidak ada kewajiban zakat selain hewan ternak yang tiga tersebut. Sedangkan kuda, keledai dan himar tidak wajib zakat atasnya kecuali jika diperdagangkan.
Adapun persyaratan utama kewajiban zakat pada hewan ternak adalah sebagai berikut:
1. Mencapai nisab.
Syarat yang pertama ini berkaitan dengan jumlah minimal hewan yang dimiliki, yaitu lima ekor untuk unta, 30 ekor untuk sapi, dan 40 ekor untuk kambing atau domba. Hal ini berdasrkan hadits riwayat Imam Bukhari tentang praktek Rasulullah dan para khalifah yang empat.
2. Telah melewati waktu satu tahun (hawl).
Syarat ini berdasrkan praktik yang pernah dilaksanakn oleh Nabi dan para khalifah yang empat dengan mengirim secara periodik para petugas zakat utnuk memungut akat ternak itu setiap tahun.
3. Digembalakan di tempat penggembalaan umum.
Digembalakan maksudnya adalah sengaja diurus sepanjang tahun untuk memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya dengan membiarkan binatang itu mencari rumput sendiri (as-sa'imah) dan tidak diberi makan di kandangnya kecuali sangat jarang sekali, juga tidak dipakai untuk membajak dan sebagainya. Hal ini berdasar hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan al-Hakim:
4. Tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya dan tidak pula dipekerjakan. Hal ini berdasarkan pada beberapa hadits, di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan ad-Daruquthni, dari Ali r.a. bahwa beliau bersabda:
ليس فى البقر العوامل صدقة
"Tidak ada zakat pada sapi yang dipekerjakan".

Dari beberapa penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa hewan ternak selain yang tiga jenis tersebut di atas, yang kini dalam perekonomian modern berkembang dengan pesat, seperti peternakan unggas, tidaklah termasuk pada kategori zakat hewan ternak, melainkan pada zakat perdagangan, karena memang sejak awal, jenis peternakan ini sudah diniatkan sebagai komoditas perdagangan.
Untuk rincian ukuran nishab zakat ternak adalah sebagai berikut:
a. Unta
Nishab unta (ekor) Kadar zakat
5-9 1 ekor kambing
10-14 2 ekor kambing
15-19 3 ekor kambing
20-24 4 ekor kambing
25-35 1 unta betina bintu makhadh (umur 1 tahun masuk tahun ke-2) atau 1 unta jantan ibnu labun (umur 2 tahun masuk tahun ke-3)
36-45 1 unta betina bintu labun (umur 2 tahun masuk tahun ke-3)
46-60 1 unta betina hiqah (umur 3 tahun masuk tahun ke-4)
61-75 1 unta betina jadz’ah (umur 4 tahun masuk tahun ke-5)
76-90 2 bintu labun
91-129 2 hiqah
130-139 2 bintu labun dan 1 hiqah

b. Sapi
Nishab sapi (ekor) Kadar zakar
30-39 1 ekor sapi tabi’ atau tabi’ah
40-59 1 ekor sapi musinnah
60-69 2 ekor sapi tabi’ atau tabi’ah
70-79 2 ekor sapi musinnah dan satu tabi’







c. Kambing/domba
Nishab kambing (ekor)
40-120 1 ekor kambing
121-200
201-300
Setiap tambah 1oo


2. Zakat Emas dan Perak
Fuqaha’ telah bersepakat bahwa emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah mencapai nishab dan telah berlalu satu tahun. Baik emas atau perak yang berupa potongan, yang dicetak, yang berbentuk bejana, maupun menurut mazhab Hanafi berupa perhiasan.
Hal ini berdasrkan pada surat at-Taubah ayat 34-35 dan dalam salah satu hadits sahih dari Abu Hurairah riwayat Imam Muslim sebagai penguat dari ayat al-Qur'an tersebut:

ما من صاحب كنـز لا يؤدي زكاته إلا أحمي عليه في نار جهنم فيجعل صفائح فيكوى بها جنباه وجبينه ......

"Tidaklah seseorang yang memiliki harta simpanan (emas dan perak), kecuali harta tersebut akan dipanaskan kelak di neraka Jahannam, lalu dijadikan setrika, dan disetrikakan pada punggung dan jidatnya…….

Sementara itu mazhab Imamiyah berpendapat zakat pada emas dan perak wajib hukumnya, jika berada dalam bentuk uang, dan tidak wajib dizakati, jika berbentuk batangan atau perhiasan. Dengan redaksi yang agak berbeda, Sayid Sabiq menyatakan bahwa zakat emas dan perak adalah wajib hukumnya, apakah dalam bentuk mata uang atau dalam bentuk batangan, jika mencapai nishab, telah berlalu satu tahun, dan terbebas dari utang serta kebutuhan pokok.
Termasuk di dalam pembahasan emas dan perak adalah zakat uang (kertas atau logam), menurut Wahbah Az-Zuhayli, uang wajib dikeluarkan zakatnya karena uang dapat menggantikan kedudukan emas dan perak. Sedangkan mazhab Hambali berpendapat bahwa uang kertas tidak wajib dizakati, kecuali jika ditukar dalam bentuk emas dan perak.
Selanjutnya para ulama membahas zakat emas dan perak yang diapakai sebagai perhiasan. Para ulama telah sepakat wajibnya zakat atas perhiasan yang haram dipakai, seperti perhiasan emas yang dipakai laki-laki, atau bejana emas dan perak yang dijadikan tempat makan atau minum. Jumhur ulama juga sepakat akan tidak wajibnya zakat bagi perhiasan selain emas dan perak yang dipakai perempuan, seperti intan, mutiara, dan permata.
Salah satu alasan penting yang dikemukakan jumhur ulama tentang tidak wajibnya zakat perhiasan selain emas dan perak tersebut, adalah kenyataannya benda-benda tersebut tidak berkembang, tetapi sekedar perhiasan dan kesenangan bagi kaum perempuan yang diizinkan Allah SWT untuk memakainya. Allah SWT berifirman dalam surah An-Nahl:14:
Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai…

Pendapat yang berbeda dengan Jumhur Ulama, adalah pendapat yang dikemukakan oleh ulama Syi'ah. Menurut mereka zakat tetap diwajibkan atas perhiasan selain emas dan perak, seperti intan dan permata, jika mencapai nisab. Hal ini sejalan dengan keumuman dari firman Allah yang terdapat dalam surah at-Taubah ayat 103 yang menjelaskan bahwa zakat harus dikeluarkan dari setiap harta yang kita miliki.
Adapun syarat utama zakat pada emas dan perak adalah mencapai nisab dan telah berlalu satu tahun, dan kadar zakatnya adalah seperempat puluh atau 2,5%. Berdasarkan hadits di atas, nisab zakat emas adalah adalah dua puluh mitsqal atau dua puluh dinar, sedangkan nisab zakat perak adalah dua ratus dirham. Satu dinar atau mitsqal menurut jumhur ulama selain madzahab Hanabilah adalah 4,68 gram, jadi 20 mitsqal setara dengan 93,6 gram emas sekarang ini. Sedangkan menurut Yusuf Qardawi setara 85 gram emas, atau ada juga pendapat setara dengan 96 gram emas. Sedangkan untuk 200 dirham perak , menurut madzhab Hanafi setara 700 gram atau menurut jumhur sama dengan 643 gram.

3. Zakat Pertanian
Tanaman, tumbuhan, buah-buhahan, dan hasil pertanian lainnya yang telah memenuhi persyaratan wajib zakat, harus dikelauarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surat al-An'am ayat 141 dan dalam sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukhari dari Salim bin Abdillah, dari ayahnya dari Nabi SAW bersabda:
عن سالم بن عبد الله عن أبيه رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثم فيما سقت السماء والعيون أو كان عثريا العشر وما سقي بالنضح نصف العشر

Tanaman yang diairi air hujan dan mata air (sungai), terdapat kewajiban zakat sepersepuluh, sedangkan tanaman yang diairi melalui pengangkutan terdapat kewajiban seperduapuluh.

Hadits tersebut membedakan besarnya zakat pertanian dan tanaman yang memperguanakan biaya dalam pengairannya, seperti sistem irigasi atau mesin pompa air, sebesar lima persen. Sedangkan yang tidak menggunakannya, zakatnya sepuluh persen.
Adapun sayarat utama zakat pertanian adalah telah mencapai nisab, yaitu lima awsaq, hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Imam Bukhari dari Abi Sa'id al-Khudri:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثم ليس فيما أقل من خمسة أوسق صدقة ولا في أقل من خمسة من الإبل الذود صدقة ولا في أقل من خمس أواق من الورق صدقة

Dari Sa'id al-Khudri r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda:"Tidak ada sedekah (zakat) terhadap hasil tanaman yang kurang dari lima awsaq, juga tidak ada zakat terhadap unta yang kurang dari lima ekor, dan tidak ada zakat terhadap perak yang krang dari lima awaq.

Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat pertanian, karena berdasarkan pada dalil Al-Qur'an dan hadits yang bersifat qath'i. Perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan jenis-jenis tanaman dan buah-buahan atau biji-bijian. Ibnu Umar dan segolongan ulama salaf mewajibkan zakat hanya pada empat jenis makanan pokok, yaitu gandum, jagung, kurma dan anggur. Pendapat ini dipegang pula oleh satu riwayat dari Imam Ahmad, Musa bin Thalhah, Hasan, Ibnu Sirin, Sya'bi, Ibnu Shalih, Ibnu Abi Laila, Ibnu Mubarak, Abu Ubaid, dan Ibrahim, akan tetapi dengan tambahan biji-bijian (tanaman) jagung
Dalam salah satu hadis dari Abi Burdah, Abi Musa dan Mu'adz, bahwa Rasulullah saw telah mengutus mereka berdua ke Yaman untuk mengajarkan masalah-masalah agama kepada penduduk Yaman. Rasulullah saw melarang mengambil zakat kecuali dati empat hal, yaitu; gandum, jagung, kurma dan anggur.
Sementara itu mazhab Syafi'i dan mazhab Maliki berpendapat bahwa zakat itu wajib dikeluarkan dari setiap tanaman yang menguatkan atau yang menjadi makanan pokok dan yang dapat disimpan seperti kurma, gandum, jagung dan padi. Menurut mazhab Imam Ahmad, zakat wajib dikeluarkan pada setiap tanaman atau buah-buahan (biji-bijian) yang dapat mengering, tahan lama, dan dapat ditakar ataupun ditimbang. Beberapa contoh dapat dikemukakan di sini, seperti gandum, jagung, padi dan yang lainnya. Sementara itu, mazhab Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa segala jenis tanaman yang tumbuh di bumi yang sengaja ditanam manusia dan yang mempunyai nilai, harus dikeluarkan zakatnya, baik lima persen maupun sepuluh persen.

4. Zakat Perdagangan
Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat. Kecuali pendapat dari kalangan madzhab Zhahiri dan Syi'ah Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa harta perdagangan tidak wajib dizakati. Dasar hukum dari al-Qur'an tentang wajibnya zakat perdagangan ini adalah surat al-Baqarah ayat 267.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Imam Thabari berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah perintah mengeluarkan zakat dari harta hasil usaha, baik melalui perdagangan atau pertukangan. Sementara Mujahid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “مما كسبتم " adalah perdagangan yang halal (التجارة الحلال). Demikian juga sebagian ulama salaf berpendapat bahwa yang dimaksud hasil usaha adalah perdagangan. Ayat ini secara umum memberlakukan zakat pada semua jenis kekayaan, oleh karena pengertian "hasil usaha kalian" dalam ayat ini menjangkau semua kekayaan tersebut.
Sedangkan dasar hukum dari hadis Nabi di antaranya adalah ahdis dari Samrah bin Jundub yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا أن تخرج الصدقة من الذي نعده للبيع.

Adalah Rasulullah SAW menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk dijual.

Ada tiga syarat utama kewajiban zakat pada perdagangan, yaitu:
a. Niat berdagang, atau niat memperjualbelikan komoditas tertentu, ini merupakan syarat yang sangat penting. Hal ini sebagaimana yang dikemukan dalam hadis samurah bin Jundub di atas.
b. Mencapai nisab. Nisab zakat perdagangan adalah sama dengan nisab zakat emas dan perak, yaitu senilai dua puluh misqal atau dua puluh dinar emas atau dua ratus dirham perak.
c. Telah berlalu waktu satu tahun.

Selanjutnya, menurt madzhab Syafi'i dan Hanbali, perkiraan untuk dinamakan akhir tahun itu bukan dari awal atau pertengahan, tetapi di akhir tahun. Maka kalau seseorang tidak memiliki modal yang mencapai nisab pada awal tahun, juga pada pertengahannya, tetapi pada akhir tahun mencapai nisab, maka ia wajib dizakati. Sementara menurut pendapat Hanafi, yang dianggap atau dihitung dalam satu tahun bukan hanya dipertengahan saja. Maka barangsiapa memeiliki harta dagangan yang telah mencapai nisab pada awal tahun, kemudian pada pertengahan tahun berkurang, tapi pada akhir tahun sempurna atau mencapai nisab, maka ia wajib dizakati. Tetapi kalau pada awal atau akhir tahun berkurang maka ia tidak wajib dizakati.
Para ulama juga berbeda pendapat apakah zakat perdagangan ini yang dikeluarkan barangnya atau beruapa uang? Menurut Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dalam salah satu fatwanya mengatakan bahwa pedagang itu boleh memilih antara mengeluarkan berupa barang atau uang. Bila seorang pedagang pakaian misalnya, maka ia boleh mengeluarkan zakat berupa pakaian itu sendiri dan boleh juga berupa uang seharga pakaian itu. Hal ini berdasar pada bahwa yang diwajibkan zakat adalah barang itu, oleh karenanya boleh mengeluarkan zakatnya beruapa barangnya.
Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa akat dikeluarkan harus berupa uang bukan barang, oleh karena nisab barang dagangan dihitung berdasarkan kepada harganya. Oleh karena itu zakat yang dikeluarkan adalah berupa uang yang sama sifatnya dengan barang itu sendiri dan barang-barang wajib zakat lainnya.
Nampaknya pendapat yang terkahir ini lebih kuat bila dikaitkan dengan kepentingan fakir miskin, karena mereka dapat membeli apa yang mereka perlukan dengan uang tersebut. Sedangkan barang kadang-kadang tidak diperlukannya. Inilah yang mudah dilaksanakan dalam mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat oleh lembaga pengelola zakat.

5. Zakat Barang Temuan dan Barang Tambang
Barang temuan adalah barang-barang berupa harta benda yang terpendam yang disimpan oleh orang-orang dahulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pundi-pundi berharga dan lain-lain. Para ahli fikih menetapkan bahwa orang yang menemukan benda-benda tersebut harus mengeluarkan zakatnya sebesar dua puluh persen. Hal ini berdasar hadis Nabi dari Abu Hurairah bahwa rikaz harus dikeluarkan zakatnya seperlima . Dan sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa yang dimaksud dengan rikaz adalah benda-benda yang disimpan di dalam tanah, karena benda-benda tersebut terpendam di dalamnya.
Sementara di kalangan ulama madzhab terdapat pebedaan terhadap barang tambang (ma'din), barang temuan (rikaz) atau harta simpanan (kanz). Menurut madzhab Hanafi, barang tambang, rikaz dan harta terpendam adalah satu, yakni setiap barang yang terpendam di bawah bumi, hanya saja barang tambang adalah harta yang diciptakan Allah ketika bumi ini diciptakan. Sedangkan rikaz dan harta simpanan adalah harta yang dipendam oleh orang-orang kafir.
Menurut madzhab Hanafi barang tambang terdiri dari tiga jenis yaitu: 1). Barang padat yang mencair dan bisa dicetak dengan cara memanaskannya dengan api, seperti emas dan perak, besi, tembaga, timah dan air raksa. Zakatnya dikeluarkan seperlima walaupun tidak menacapai nisab. 2). Barang tambang padat yang tidak mencair, misalnya kapur, semua jenis bebatuan. 3). Barang tambang cair, seperti apal.
Barang tambang menurut Maliki (ma'din) tidak sama dengan rikaz. Barang tambang adalah harta yang diciptakan Allah di dalam tanah baik berupa emas, perak, maupun yang lainnya. Untuk mengeluarkan barang tambang tersebut diperlukan pekerjaan yang berat dan pembersihan. Barang tambang menurut Maliki ada tiga macam:1) Barang tambang yang tidak dimiliki oleh sseorang, tetapi oleh pemerintah. Harta ini dipakai untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam. 2). Barang tambang yang dimiliki oleh seseorang, dan dimiliki oleh yang punya tanah. 3). Barang tambang yang didapat dari tanah penaklukan atau perdamaian.
Zakat yang dikeluarkan dari barang tambang menurut Maliki adalah seperempat puluh, telah mencapai nisab, pemiliknya orang merdeka dan muslim. Sementara tidak disyaratkan adanya hawl, melainkan ia dizakati begitu mendapatkannya, seperti halnya tanaman.
Sedangkan menurut madzhab Syaf'i barang tambang adalah harta yang dikeluarkan dari suatu tempat yang diciptkan Allah yang berupa emas dan pera Zakatnya dikeluarkan seperempat puluh, dengan syarat barang tersebut mencapai nisab, sedangkan hawl tidak menajdi syarat. Sedangkan menurt Madzhab Hanbali. Adapun madzhab Hanbali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan barang tambang adalah semua jenis barang tambang yang diciptakan Allah yang dikeluarkan dari dalam tanah, baik yang berbentuk padat ataupun cair. Kpemilikan barang tambang berbentuk padat sama dengan kepemilikan emas dan perak dan tembaga. Harta-harta tersebut dimiliki sesuai dengan kedudukan tanah yang mengandungnya. Sedangkan rikaz adalah tidak termauk bagian dari tanah. Oleh karena itu rikaz dimiliki oleh pemiliknya, dialah yang paling berhak aytas harta tersebut. Nisab barang tambang jika emas dua ratuis misqal atau perak dua ratus dirham, sedangkan barang yang lain dihargakan dengan keduanya, kadar zakatnya yaitu seperempat puluh (2,5%).

6. Zakat Fitrah
Selain dari zakat harta (mal) yang diawajibkan atas orang-orang muslim yang harta bendanya telah memenuhi persyaratan zakat, ada lagi zakat yang diwajibkan pada setiap muslim tanpa membedakan status sosial dan tingkat ekonominya, maupun taraf umurnya, yaitu zakat fitrah.
Zakat fitrah adah zakat untuk membersihkan diri yang diwajibkan untuk dikeluarkan setiap akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat Raya Idul Fitri. Ketentuan waktu pengeluaran zakat dapat dilakukan mulai awal Ramadhan sampai yang paling utama pada malam Idul Fitri dan paling lambat pagi hari idul fitri sebelum dilaksanakan khutbah shalat idul fitri.
Zakat fitrah ini berbeda dengan zakat harta, karenanya tidak disyaratkan pada zakat fitrah sama seperti apa yang disyaratkan pada zakat-zakat lain. Para fuqaha menyebut zakat ini sebagaiz akat kepala atau zakat badan, yang diamaksud badan di sini adalah pribadi bukan badan lawan dari jiwa dan nyawa.
Kewajiban zakat fitrah ini berdasarkan salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ia berkata:

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين وأمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة

Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah, satu sha’ kurma, atau satu sha’ gandum, atas budak dan orang merdeka, laki-laki, perempuan besar dan kecil.Rasulullah memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum orang-orang pergi menuanaikan ibadah shalat idul fitri.

Disayari’atkannya zakat fitrah ini adalah untuk menjadi penyuci bagi orang-orang yang telah menuanaikan ibadah puasa Ramadhan dari segala perbuatan dan perkataan yang sia-sia dan keji yang mungkin telah dilakukan oleh orang-orang yang berpuasa tersebut dan untuk menjadi penolong bagi orang-orang fakir dan miskin mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya. Hal ini sesaui dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Dawud, dan ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas:

فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين

Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah untuk pensuci bagi orang-orang yang berpuasa dari perkataan keji dan sia-sia dan menjadi makanan bagi orang miskin.

Jadi zakat fitrah ini adalah kewajiban umum pada setiap kepala dan pribadi dari kaum muslimin dengan tidak membedakan antara orang merdeka dan hamba sahaya, antara laki-laki dan perempuan, antara anak-anak dan dewasa.
Syarat kewajibaz zakat fitrah menurut jumhur ulama adalah Islam, dan adanya kelebihan dari makanan dan makanan orang yanag wajib diberi nafkah pada siang dan malam hari raya dan kelebihan dari rumahnya, perabot rumah tangganya dan kebutuhan pokoknya. Zakat yang dikeluarkan dengan melihat hadits tersebut adalah satu sha’ pada gandum, kurma, syair, anggur dan kacang-kacangan. Atau menurut Qardawi, yang menjadi landasan adalah satu sha’ makanan pokok suatu daerah atau seseorang.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, zakat fitrah hanya wajib kepada orang-orang yang memiliki nishab, mereka beralasan dengan hadits:
لا صدقة إلاّ عن ظهر غنيّ

Tidak ada sedekah/zakat, kecuali dari orang yang kaya.

Kaya menurut mereka adalah memiliki nishab, sedangkan fakir miskin tidak, karenanya zakat fitrah tidak wajib padanya, sebagaimana alasan mereka dengan qiyas terhadap zakat harta.
Menurut keterangan hadits tentang jenis makanan yang menjadi objek zakat fitrah adalah kurma, sya’ir, gandum dan biji-bijian. Tentu saja dis etiap daerah dan negara berbeda jenis makanannya. Oleh karena itu para ulama memberikan batasan makanan yang menjadi objek zakat fitrah sehingga dapat diterapkan di mana saja. Dari berbagai jenis makanan yang diwajibkan untuk zakat fitrah, ada tiga pendapat, yaitu: Pertama, makanan pokok, yang menguatkan di suatu negara, pendapat ini yang paling kuat menurut jumhur ulama. Kedua, menguatkan dirinya dan ketiga boleh memilih di antara jenis-jenis makanan tersebut.
Sementara kalau zakat fitrah dikeluarkan tidak dengan jenis makanan tersebut, yaitu dengan menggantikannya dengan harga makanan tersebut sebagaimana yang terjadi di Indonesia, ulama berbeda pendapat. Mneurut imam yang tiga yaitu Malik, Syafi’i, dan Ahmad tidak diperkenankan. Mereka beralasan bahwa praktek zakat fitrah pada zaman Rasulullah selalau dibayarkan dengan benda makanannya. Sedangkan menurut ats-Tsauri, Abu Hanifah dan pengikutnya, mengeluarkan zakat firah dengan harganya diperbolehkan. Pada zaman sekarang ini nampaknya kedua pendapat ini dapat dipakai, yang terpenting adalah mana yang paling mudah dilakasanakan. Misalnya, sautu tempat lebih mudah dengan membayar dengan jenis makanan tertentu, karena daerah tersebut adalah daerah pertanian. Demikian pula bila dibayar dengan harganya, karena alasan wilayah tersebut adalah wilayah perkotaan atau industri, di mana orang-orang bermuamalah lebih banyak menggunakan uang.