Rabu, 20 Oktober 2010

fiqh zakat bag.3

BAGIAN III

HARTA BENDA OBJEK ZAKAT


A. Pengertian Harta Benda
Menurut Yusuf Qardawi, yang dimaksud dengan harta atau al-amwâl bentuk jamak dari kata al-mâl, pada awalnya ketika al-Qur'an diturunkan, adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya.
Ibnu Atsir, sebagaimana dalam kamus Lisan al-Arab, mengemukakan bahwa pada mulanya harta itu berupa emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki, termasuk menurut orang Arab pada waktu kekayaan yang terpenting adalah ternak unta.

B. Jenis-jenis Harta Benda (mâl) yang Wajib Diza-kati
Dalam masalah harta benda yang wajib dizakati, Al-Qur'an tidak memberi ketegasan segala persyarat-an dan ukuran yang mesti dipenuhi. Menurut Mahmud Syaltut, Al-Qur'an dalam mengungkapkan harta yang wajib dizakati menggunakan kata-kata yang umum yang mencakup segala sesuatu yang dimiliki manusia berupa uang, binatang ternak, tanaman, dan sesuatu yang dijadikan penopang hidup.
Dalam hal ini al-Qur'an hanya mengungkapkan dasar-dasar kewajiban zakat dengan menyebutkan sebagian harta benda yang wajib dizakati, sementara tidak menjelaskan jenis dan macam serta ukuran harta benda yang wajib dizakati. Dalam hal perincian mengenai harta benda, ukuran dan cara melaksanakannya kewajiban zakat dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, dan selanjutnya dijelaskan oleh para ulama melalui ijtihad.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang sumber-sumber zakat. Sebagian ada yang menyempitkan pendapatnya hanya pada sumber-sumber atau objek-objek zakat yang terdapat contohnya di zaman Nabi, sedangkan sebagian lagi meluaskan pendapatnya didasarkan analogi (qiyas) pada sumber-sumber zakat di zaman Nabi tersebut, atau dengan cara mengambil kesimpulan dari pengertian harta yang bersifat umum.
Masih menurut Yusuf Qardawi , memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan dan diperingatkan al-Qur'an untuk dikeluarkan zakatnya sebagai hak Allah, yaitu: emas dan perak(QS. At-taubah:34), tanaman dan buah-buahan (QS. Al-An’am:141), usaha, misalnya usaha perdagangan dan lainnya (QS. Al-Baqarah:267), barang-barang tambang yang dikeluarkan dari perut bumi "dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari perut bumi" (QS. Al-Baqarah:267).
Selain dari yang disebutkan itu, menurut Qardawi, al-Qur'an hanya merumuskan apa yang wajib dizakatkan itu dengan rumusan yang sangat umum yaitu kata-kata amwâl seperti dalam surat at-Taubah ayat 103. Oleh karena itu menurut Ibnu Rusyd , sebagian ulama sepakat pada harta-harta tertentu dan tidak sepakat pada harta yang lain. Menurutnya, yang telah disepakati oleh para ulama adalah 1. dari barang tambang ada dua macam yaitu emas dan perak, yang tidak menjadi perhiasan, 2. dari binatang ada tiga macam, yaitu unta, lembu dan kambing (yang semuanya diternakan, tidak dipekerjakan). 3. dari biji-bijian ada dua macam yaitu gandum dan sya'ir. 4. dari buah-buahan ada dua amacam yaitu korma dan anggur kering (kismis).
Harta selain yang disebutkan di atas diperselisihkan, apakah wajib dizakati atau tidak. Harta yang diperselisihkan kewajiban zakatnya antara lain: emas dan perak yang menjadi perhiasan, buah-buahan selain yang disebutkan di atas, madu, perusahaan dan pendapatan, uang kertas dan surat-surat berharga, dan pertambangan kekayaan laut.
Sementara itu menurut Sayyid as-Sabiq, al-Jaziri, Wahbah az-Zuhaili, Nashih 'Ulwan, dan Jawad Mughniyah, yang wajib dizakati itu ada lima macam yaitu: Petama, emas dan perak (termasuk uang), Kedua, barang-barang dagangan, yang mencakup setiap sesuatu yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk menarik keuntungan menurut tradisi yang berlaku di kalangan para saudagar dan pedagang. Ketiga, hewan ternak yang kalsifikasinya mencakup unta, sapi dan kerbau serta kambing. Keempat, hasil-hasil pertanian dengan segala jenis dan bentuknya. Kelima, barang-barang mineral yang klasifikasinya mencakup setiap apa yang dikeluarkan (dieksplotasi) dari bumi, berupa benda-benda logam, seperti biji besi, tembaga dan lain sebagainya. Zakat dari jenis-jenis tersebut dapat dikategorikan sebagai zakat konvensional.
Dalam UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 11 ayat 2, harta yang dikenai zakat adalah: a. emas, perak, dan uang, b. perdagangan dan perusahaan, c. hasil pertanian, perkebunan, dan hasil perikanan, d. hasil pertambangan. e. hasil peternakan, f. hasil pendapat dan jasa, g. rikaz. Dalam undang-undang ini sudah dimasukan ke dalam harta yang menjadi objek zakat yaitu hasil pendapatan dan jasa.
Sejalan dengan perkembangan sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, maka beberapa ulama kontemporer seperti Mahmud Syaltut, Yusuf Qardawi, dan Wahbah az-Zuhaili, menyatakan bahwa ketentuan syari'at tentang harta yang wjib dizakati itu bersifat kondisional, karena itu masih terbuka kemungkinan untuk bertambah sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu objek zakat saat kini sudah menyebar ke dalam sektor baru yang secara nyata bisa mendatangkan lebih banyak harta dibandingkan yang dihasilkan dari mata pencaharian tradisional. Kepemilikan saham dan obligasi akan dapat jauh lebih besar hasilnya ketimbang menyimpan emas dan perak. Juga munculnya banyak pekerjaan yang dapat menghasilkan harta yang jauh lebih banyak dari pada pertanian dan lainnya. Misalnya penghasilan dari pekerjaan profesi, jasa kesehatan, hakim, pengacara, konsultan arsitek, artis, olahragawan, dan usaha jasa lainnya.
Dimensi umum ini memberikan peluang kepada fuqaha untuk mengembangkan variasi konsep harta wajib zakat kepada jenis-jenis yang belum ditemukan pada masa Nabi, seperti deposito, saham, obligasi, jasa konsultan, industri dan sebagainya. Pengembangan harta yang wajib dizakati tentu saja berakibat pada pengembangan subjek zakat (muzakki) bukan hanya orang pribadi namun juga badan/lembaga baik yang berorientsi profit maupun nonprofit. Harta dan sumber harta ini dikategorikan sebagai zakat kontemporer atau modern.


C. Syarat-syarat Harta Benda yang Wajib Dizakati
Sejalan dengan ketentuan agama Islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban ynag dibebankan kepada umatnya, maka dalam penetapan harta menjadi sumber atau objek zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang muslim tidak memenuhi ketentuan, misalnya belum mencapai nishab, maka harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan zakatnya. Meskipun belum memenuhi kewajiban untuk berzakat, tetapi seorang muslim dianjurkan untuk berinfak dan bersedekah.
Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai berikut:
1. Milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut hak orang lain, dan ia dapat menikmatinya . Adapun yang menjadi penetapan alasan ini adalah penetapan pemilikan yang jelas (misalnya harta kamu atau harta mereka dalam berbagai ayat al-Qur'an maupun hadis nabi yang berkaitan dengan zakat. Misalnya firman Allah dalam surat at-Tawbah ayat 103 dan surat al-Ma'arij ayat 24-25:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka …" (at-Tawbah: 103)
"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)" (al-Ma'arij: 24-25).

Juga hadis Nabi dari Mu'adz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim ketika Rasulullah mengutusnya ke Yaman, dalam hadits tersebut terdapat kalimat:

... أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنيائهم

…bahwasanya Allah telah mewajibkan zakat atas harta-harta …..

Alasan lainnya, bahwa zakat adalah pemberian pemilikan kepada orang-orang yang berhak, yaitu fakir miskin dan yang lainnya, dan pemberian pemilikan di sini merupakan unsur memiliki. Sebab bagaimana mungkin seseorang memberikan pemilikan kepada orang lain bila ia sendiri bukanlah pemiliknya.
2. Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan dengan sengaja. Berkembang dalam arti memberikan keuntungan, bungan atau pendapatan, dengan berbagai kegiatan usaha, perdagangan, pembelian saham, atau ditabungkan baik dilakukan sendiri atau bersama.
Atas dasar ini, zakat tidak wajib rumah kediaman, pakaian yang dikenakan, alat-alat mesin produksi, binatang-binatang yang dipakai untuk mengolah pertanian, dan buku-buku ilmu pengetahuan, kecuali jika diperdagangkan. Hal ini telah terjadi pada zaman Rasulullah SAW, misalnya pada kuda untuk berperang atau hamba sahaya termasuk harta yang tidak produktif. Karenanya tidak menjadi sumber atau objek zakat. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan :
ليس على المسلم صدقة في عبده ولا فرسه
"Tidaklah wajib sedekah (zakat) bagi seorang muslim yang memiliki hamba sahaya dan kuda."

Dalam istilah fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardawi, pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret. Bertambah secara konkret adalah bertambah akibat pembiakan, perdagangan dan sejenisnya. Sedangkan bertambah tidak secara konkret adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain atas namanya.
Syarat ini sesungguhnya mendorong setiap muslim untuk memproduktifkan harta yang dimilikinya. Harta yang diproduktifkan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan salah satu makna zakat secara bahasa yaitu an-Namā' "berkembang dan bertambah”.
3. Harta tersebut menurut menurut pendapat jumhur ulama, harus mencapai nishab atau senilai dengannya, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena wajib zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram, Nisab kambing 40 ekor, nisan sapi 30 ekor dan unta 5 ekor. Adapun yang menjadi dasar nishab ini adalah berbagai hadis yang berkaitan dengan standar minimal kewajiban zakat. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id al-Khudry:

عن أبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ مِنْ الْإِبِلِ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ
.

Dari Abi Sa'id al-Khudry dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Tidak wajib sedekah (zakat) pada tanaman kurma yang kurang dari lima awsaq, tidak wajib sedekah (zakat) pada perak yang kurang dari lima awaq, dan tidak wajib sedekah (zakat) pada unta yang kuran dari lima ekor."

4. Pada beberapa objek zakat tertentu seperti binatang ternak, uang, barang dagangan, harus berada atau dimiliki ataupun diuasahakan oleh si muzakki dalam tenggang waktu satu tahun qomariyah. Inilah yang kemudian disebut persyaratan al-hawl. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah dari Ali bin Abi Thalib, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'I dan al-Hakim:
وليس في مال زكاة حتى يحول عليه الحول.
"Dan tidak zakat pada harta kecuali jika sudah berlalau satu tahun".

Sedangkan zakat pertanian tidak terkait dengan ketentuan hawl (berlalu waktu satu tahun), ia harus dikeluarkan pada saat memetik atau memanennya jika mencapai nishab, berdasar-kan al-Qur'an surat al-An'am ayat 141.
5. Harta yang berkembang yang wajib dizakati tersebut, menurut beberapa ulama Hanafi, lebih dari kebutuhan biasa pemiliknya. Hal itu karena dengan lebih dari kebutuhan biasa itulah seseorang disebut kaya. Tetapi ulama-ulama yang lain tidak memasukkan ketentuan itu dalam kekayaan yang berkembang. Hal itu oleh karena sesuatu yang menjadi kebutuhan biasa, biasanya tidaklah disebut berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang, seperti pada rumah tempat tinggal, hewan yang ditunggangi, pakaian yang dipakai, buku-buku koleksi, dan alat-alat kerja.



Harta Benda Objek Zakat
Adapun rincian mengenai harta benda yang menjadi objek zakat beserta nishab dan kadarnya penulis akan menguraikan secara ringkas di bawah ini:

1. Zakat Hewan Ternak
Binatang-binatang ternak semuanya diciptakan Allah SWT untuk kepentingan manusia, antara lain untuk menjadi alat kendaraan, sumber bahan makanan (diambil dagingnya) dan minuman (diambil air susunya), juga sumber bahan pakaian (diambil bulu dan kulitnya). Oleh karena itu pantaslah jika Allah meminta para pemilik binatang tersebut bersyukur atas nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka. Realisasi konkrit dari rasa syukur tersebut sesuai dengan tuntunan ajaran Islam adalah dengan cara mengeluarkan zakatnya.
Kewajiban mengeluarkan zakat pada binatang ternak ditetapkan dalam sunnah Nabi melalui hadits-hadits yang sangat populer di antaranya hadits Abu Bakar yang mengandung penjelasan mengenai besar zakat yang dikeluarkan pada binatang ternak unta dan nisabnya, binatang ternak lain berikut nisabnya, tata cara zakat dua macam binatang ternak yang bercampur, penjelasan tentang zakat binatang ternak, bahwa yang harus dikeluarkan adalah binatang yang tidak tua dan tidak terlalu muda, dan jantan, kecuali jika orang yangmengeluarkan zakat dalam bentuk unta, serta penjelasan tentang zakat perak sebesar seperempat puluh.
Juga hadits dari Mu'adz bin Jabal ketika ia Rasulullah mengutusnya ke Yaman:

عن معاذ بن جبل رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن فأمره أن يأخذ من كل ثلاثين بقرة تبيعا أو تبيعة ومن كل أربعين مسنة ..... رواه الخمسة

Dari Mu'adz bin Jabal, ia diutus Rasulullah ke Yaman, dan beliau menyuruhnya untuk memungut zakat zakat dari tiap-tiap tiga puluh ekor sapi, seekor sapi satu tahun jantan atau betina. Dan tiap-tiap empat puluh ekor sapi anak sapi betina umur dua tahun.

Juga hadits:

- حدثنا محمد بن عبد الله بن المثنى الأنصاري قال حدثني أبي قال حدثني ثمامة بن عبد الله بن أنس أن أنسا حدثه : أن أبا بكر رضي الله عنه كتب له هذا الكتاب لما وجهه إلى البحرين بسم الله الرحمن الرحيم هذه فريضة الصدقة التي فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم على المسلمين والتي أمر الله بها رسوله فمن سألها من المسلمين على وجهها فليعطها ومن سئل فوقها فلا يعط ( في أربع وعشرين من الإبل فما دونها من الغنم من كل خمس شاة فإذا بلغت خمسا وعشرين إلى خمس وثلاثين ففيها بنت مخاض أنثى فإذا بلغت ستا وثلاثين إلى خمس وأربعين ففيها بنت لبون أنثى فإذا بلغت ستا وأربعين إلى ستين ففيها حقة طروقة الجمل فإذا بلغت واحد وستين إلى خمس وسبعين ففيها جذعة فإذا بلغت - يعني - ستا و سبعين إلى تسعين ففيها بنتا لبون فإذا بلغت إحدى وتسعين إلى عشرين ومائة ففيها حقتان طروقتا الجمل فإذا زادت على عشرين ومائة ففي كل أربعين بنت لبون وفي كل خمسين حقة ومن لم يكن معه إلا أربع من الإبل فليس فيها صدقة إلا أن يشاء ربها فإذا بلغت خمسا من الإبل ففيها شاة وفي صدقة الغنم في سائمتها إذا كانت أربعين إلى عشرين ومائة شاة فإذا زادت على عشرين ومائة إلى مائتين شاتان فإذا زادت على مائتين إلى ثلاثمائة ففيها ثلاث شياه فإذا زادت على ثلاثمائة ففي كل مائة شاة فإذا كانت سائمة الرجل ناقصة من أربعين شاة واحدة فليس فيها صدقة إلا أن يشاء ربها وفي الرقة ربع العشر فإن لم تكن إلا تسعين ومائة فليس فيها شيء إلا أن يشاء ربها )

Para ulama telah sepakat kewajiban pada tiga jenis hewan ternak, yaitu unta, sapi termasuk kerbau, kambing dan domba. Sedangkan di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu Hanifah berpendapat bahwa pada binatang kuda dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi'i tidak mewajibkannya, kecuali bila kuda itu diperjualbelikan. Hal yang senada diungkapkan oleh Sayid Sabiq, bahwa tidak ada kewajiban zakat selain hewan ternak yang tiga tersebut. Sedangkan kuda, keledai dan himar tidak wajib zakat atasnya kecuali jika diperdagangkan.
Adapun persyaratan utama kewajiban zakat pada hewan ternak adalah sebagai berikut:
1. Mencapai nisab.
Syarat yang pertama ini berkaitan dengan jumlah minimal hewan yang dimiliki, yaitu lima ekor untuk unta, 30 ekor untuk sapi, dan 40 ekor untuk kambing atau domba. Hal ini berdasrkan hadits riwayat Imam Bukhari tentang praktek Rasulullah dan para khalifah yang empat.
2. Telah melewati waktu satu tahun (hawl).
Syarat ini berdasrkan praktik yang pernah dilaksanakn oleh Nabi dan para khalifah yang empat dengan mengirim secara periodik para petugas zakat utnuk memungut akat ternak itu setiap tahun.
3. Digembalakan di tempat penggembalaan umum.
Digembalakan maksudnya adalah sengaja diurus sepanjang tahun untuk memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya dengan membiarkan binatang itu mencari rumput sendiri (as-sa'imah) dan tidak diberi makan di kandangnya kecuali sangat jarang sekali, juga tidak dipakai untuk membajak dan sebagainya. Hal ini berdasar hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan al-Hakim:
4. Tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya dan tidak pula dipekerjakan. Hal ini berdasarkan pada beberapa hadits, di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan ad-Daruquthni, dari Ali r.a. bahwa beliau bersabda:
ليس فى البقر العوامل صدقة
"Tidak ada zakat pada sapi yang dipekerjakan".

Dari beberapa penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa hewan ternak selain yang tiga jenis tersebut di atas, yang kini dalam perekonomian modern berkembang dengan pesat, seperti peternakan unggas, tidaklah termasuk pada kategori zakat hewan ternak, melainkan pada zakat perdagangan, karena memang sejak awal, jenis peternakan ini sudah diniatkan sebagai komoditas perdagangan.
Untuk rincian ukuran nishab zakat ternak adalah sebagai berikut:
a. Unta
Nishab unta (ekor) Kadar zakat
5-9 1 ekor kambing
10-14 2 ekor kambing
15-19 3 ekor kambing
20-24 4 ekor kambing
25-35 1 unta betina bintu makhadh (umur 1 tahun masuk tahun ke-2) atau 1 unta jantan ibnu labun (umur 2 tahun masuk tahun ke-3)
36-45 1 unta betina bintu labun (umur 2 tahun masuk tahun ke-3)
46-60 1 unta betina hiqah (umur 3 tahun masuk tahun ke-4)
61-75 1 unta betina jadz’ah (umur 4 tahun masuk tahun ke-5)
76-90 2 bintu labun
91-129 2 hiqah
130-139 2 bintu labun dan 1 hiqah

b. Sapi
Nishab sapi (ekor) Kadar zakar
30-39 1 ekor sapi tabi’ atau tabi’ah
40-59 1 ekor sapi musinnah
60-69 2 ekor sapi tabi’ atau tabi’ah
70-79 2 ekor sapi musinnah dan satu tabi’







c. Kambing/domba
Nishab kambing (ekor)
40-120 1 ekor kambing
121-200
201-300
Setiap tambah 1oo


2. Zakat Emas dan Perak
Fuqaha’ telah bersepakat bahwa emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah mencapai nishab dan telah berlalu satu tahun. Baik emas atau perak yang berupa potongan, yang dicetak, yang berbentuk bejana, maupun menurut mazhab Hanafi berupa perhiasan.
Hal ini berdasrkan pada surat at-Taubah ayat 34-35 dan dalam salah satu hadits sahih dari Abu Hurairah riwayat Imam Muslim sebagai penguat dari ayat al-Qur'an tersebut:

ما من صاحب كنـز لا يؤدي زكاته إلا أحمي عليه في نار جهنم فيجعل صفائح فيكوى بها جنباه وجبينه ......

"Tidaklah seseorang yang memiliki harta simpanan (emas dan perak), kecuali harta tersebut akan dipanaskan kelak di neraka Jahannam, lalu dijadikan setrika, dan disetrikakan pada punggung dan jidatnya…….

Sementara itu mazhab Imamiyah berpendapat zakat pada emas dan perak wajib hukumnya, jika berada dalam bentuk uang, dan tidak wajib dizakati, jika berbentuk batangan atau perhiasan. Dengan redaksi yang agak berbeda, Sayid Sabiq menyatakan bahwa zakat emas dan perak adalah wajib hukumnya, apakah dalam bentuk mata uang atau dalam bentuk batangan, jika mencapai nishab, telah berlalu satu tahun, dan terbebas dari utang serta kebutuhan pokok.
Termasuk di dalam pembahasan emas dan perak adalah zakat uang (kertas atau logam), menurut Wahbah Az-Zuhayli, uang wajib dikeluarkan zakatnya karena uang dapat menggantikan kedudukan emas dan perak. Sedangkan mazhab Hambali berpendapat bahwa uang kertas tidak wajib dizakati, kecuali jika ditukar dalam bentuk emas dan perak.
Selanjutnya para ulama membahas zakat emas dan perak yang diapakai sebagai perhiasan. Para ulama telah sepakat wajibnya zakat atas perhiasan yang haram dipakai, seperti perhiasan emas yang dipakai laki-laki, atau bejana emas dan perak yang dijadikan tempat makan atau minum. Jumhur ulama juga sepakat akan tidak wajibnya zakat bagi perhiasan selain emas dan perak yang dipakai perempuan, seperti intan, mutiara, dan permata.
Salah satu alasan penting yang dikemukakan jumhur ulama tentang tidak wajibnya zakat perhiasan selain emas dan perak tersebut, adalah kenyataannya benda-benda tersebut tidak berkembang, tetapi sekedar perhiasan dan kesenangan bagi kaum perempuan yang diizinkan Allah SWT untuk memakainya. Allah SWT berifirman dalam surah An-Nahl:14:
Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai…

Pendapat yang berbeda dengan Jumhur Ulama, adalah pendapat yang dikemukakan oleh ulama Syi'ah. Menurut mereka zakat tetap diwajibkan atas perhiasan selain emas dan perak, seperti intan dan permata, jika mencapai nisab. Hal ini sejalan dengan keumuman dari firman Allah yang terdapat dalam surah at-Taubah ayat 103 yang menjelaskan bahwa zakat harus dikeluarkan dari setiap harta yang kita miliki.
Adapun syarat utama zakat pada emas dan perak adalah mencapai nisab dan telah berlalu satu tahun, dan kadar zakatnya adalah seperempat puluh atau 2,5%. Berdasarkan hadits di atas, nisab zakat emas adalah adalah dua puluh mitsqal atau dua puluh dinar, sedangkan nisab zakat perak adalah dua ratus dirham. Satu dinar atau mitsqal menurut jumhur ulama selain madzahab Hanabilah adalah 4,68 gram, jadi 20 mitsqal setara dengan 93,6 gram emas sekarang ini. Sedangkan menurut Yusuf Qardawi setara 85 gram emas, atau ada juga pendapat setara dengan 96 gram emas. Sedangkan untuk 200 dirham perak , menurut madzhab Hanafi setara 700 gram atau menurut jumhur sama dengan 643 gram.

3. Zakat Pertanian
Tanaman, tumbuhan, buah-buhahan, dan hasil pertanian lainnya yang telah memenuhi persyaratan wajib zakat, harus dikelauarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam surat al-An'am ayat 141 dan dalam sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukhari dari Salim bin Abdillah, dari ayahnya dari Nabi SAW bersabda:
عن سالم بن عبد الله عن أبيه رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثم فيما سقت السماء والعيون أو كان عثريا العشر وما سقي بالنضح نصف العشر

Tanaman yang diairi air hujan dan mata air (sungai), terdapat kewajiban zakat sepersepuluh, sedangkan tanaman yang diairi melalui pengangkutan terdapat kewajiban seperduapuluh.

Hadits tersebut membedakan besarnya zakat pertanian dan tanaman yang memperguanakan biaya dalam pengairannya, seperti sistem irigasi atau mesin pompa air, sebesar lima persen. Sedangkan yang tidak menggunakannya, zakatnya sepuluh persen.
Adapun sayarat utama zakat pertanian adalah telah mencapai nisab, yaitu lima awsaq, hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Imam Bukhari dari Abi Sa'id al-Khudri:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثم ليس فيما أقل من خمسة أوسق صدقة ولا في أقل من خمسة من الإبل الذود صدقة ولا في أقل من خمس أواق من الورق صدقة

Dari Sa'id al-Khudri r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda:"Tidak ada sedekah (zakat) terhadap hasil tanaman yang kurang dari lima awsaq, juga tidak ada zakat terhadap unta yang kurang dari lima ekor, dan tidak ada zakat terhadap perak yang krang dari lima awaq.

Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat pertanian, karena berdasarkan pada dalil Al-Qur'an dan hadits yang bersifat qath'i. Perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan jenis-jenis tanaman dan buah-buahan atau biji-bijian. Ibnu Umar dan segolongan ulama salaf mewajibkan zakat hanya pada empat jenis makanan pokok, yaitu gandum, jagung, kurma dan anggur. Pendapat ini dipegang pula oleh satu riwayat dari Imam Ahmad, Musa bin Thalhah, Hasan, Ibnu Sirin, Sya'bi, Ibnu Shalih, Ibnu Abi Laila, Ibnu Mubarak, Abu Ubaid, dan Ibrahim, akan tetapi dengan tambahan biji-bijian (tanaman) jagung
Dalam salah satu hadis dari Abi Burdah, Abi Musa dan Mu'adz, bahwa Rasulullah saw telah mengutus mereka berdua ke Yaman untuk mengajarkan masalah-masalah agama kepada penduduk Yaman. Rasulullah saw melarang mengambil zakat kecuali dati empat hal, yaitu; gandum, jagung, kurma dan anggur.
Sementara itu mazhab Syafi'i dan mazhab Maliki berpendapat bahwa zakat itu wajib dikeluarkan dari setiap tanaman yang menguatkan atau yang menjadi makanan pokok dan yang dapat disimpan seperti kurma, gandum, jagung dan padi. Menurut mazhab Imam Ahmad, zakat wajib dikeluarkan pada setiap tanaman atau buah-buahan (biji-bijian) yang dapat mengering, tahan lama, dan dapat ditakar ataupun ditimbang. Beberapa contoh dapat dikemukakan di sini, seperti gandum, jagung, padi dan yang lainnya. Sementara itu, mazhab Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa segala jenis tanaman yang tumbuh di bumi yang sengaja ditanam manusia dan yang mempunyai nilai, harus dikeluarkan zakatnya, baik lima persen maupun sepuluh persen.

4. Zakat Perdagangan
Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat. Kecuali pendapat dari kalangan madzhab Zhahiri dan Syi'ah Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa harta perdagangan tidak wajib dizakati. Dasar hukum dari al-Qur'an tentang wajibnya zakat perdagangan ini adalah surat al-Baqarah ayat 267.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Imam Thabari berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah perintah mengeluarkan zakat dari harta hasil usaha, baik melalui perdagangan atau pertukangan. Sementara Mujahid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “مما كسبتم " adalah perdagangan yang halal (التجارة الحلال). Demikian juga sebagian ulama salaf berpendapat bahwa yang dimaksud hasil usaha adalah perdagangan. Ayat ini secara umum memberlakukan zakat pada semua jenis kekayaan, oleh karena pengertian "hasil usaha kalian" dalam ayat ini menjangkau semua kekayaan tersebut.
Sedangkan dasar hukum dari hadis Nabi di antaranya adalah ahdis dari Samrah bin Jundub yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا أن تخرج الصدقة من الذي نعده للبيع.

Adalah Rasulullah SAW menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk dijual.

Ada tiga syarat utama kewajiban zakat pada perdagangan, yaitu:
a. Niat berdagang, atau niat memperjualbelikan komoditas tertentu, ini merupakan syarat yang sangat penting. Hal ini sebagaimana yang dikemukan dalam hadis samurah bin Jundub di atas.
b. Mencapai nisab. Nisab zakat perdagangan adalah sama dengan nisab zakat emas dan perak, yaitu senilai dua puluh misqal atau dua puluh dinar emas atau dua ratus dirham perak.
c. Telah berlalu waktu satu tahun.

Selanjutnya, menurt madzhab Syafi'i dan Hanbali, perkiraan untuk dinamakan akhir tahun itu bukan dari awal atau pertengahan, tetapi di akhir tahun. Maka kalau seseorang tidak memiliki modal yang mencapai nisab pada awal tahun, juga pada pertengahannya, tetapi pada akhir tahun mencapai nisab, maka ia wajib dizakati. Sementara menurut pendapat Hanafi, yang dianggap atau dihitung dalam satu tahun bukan hanya dipertengahan saja. Maka barangsiapa memeiliki harta dagangan yang telah mencapai nisab pada awal tahun, kemudian pada pertengahan tahun berkurang, tapi pada akhir tahun sempurna atau mencapai nisab, maka ia wajib dizakati. Tetapi kalau pada awal atau akhir tahun berkurang maka ia tidak wajib dizakati.
Para ulama juga berbeda pendapat apakah zakat perdagangan ini yang dikeluarkan barangnya atau beruapa uang? Menurut Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dalam salah satu fatwanya mengatakan bahwa pedagang itu boleh memilih antara mengeluarkan berupa barang atau uang. Bila seorang pedagang pakaian misalnya, maka ia boleh mengeluarkan zakat berupa pakaian itu sendiri dan boleh juga berupa uang seharga pakaian itu. Hal ini berdasar pada bahwa yang diwajibkan zakat adalah barang itu, oleh karenanya boleh mengeluarkan zakatnya beruapa barangnya.
Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa akat dikeluarkan harus berupa uang bukan barang, oleh karena nisab barang dagangan dihitung berdasarkan kepada harganya. Oleh karena itu zakat yang dikeluarkan adalah berupa uang yang sama sifatnya dengan barang itu sendiri dan barang-barang wajib zakat lainnya.
Nampaknya pendapat yang terkahir ini lebih kuat bila dikaitkan dengan kepentingan fakir miskin, karena mereka dapat membeli apa yang mereka perlukan dengan uang tersebut. Sedangkan barang kadang-kadang tidak diperlukannya. Inilah yang mudah dilaksanakan dalam mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat oleh lembaga pengelola zakat.

5. Zakat Barang Temuan dan Barang Tambang
Barang temuan adalah barang-barang berupa harta benda yang terpendam yang disimpan oleh orang-orang dahulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pundi-pundi berharga dan lain-lain. Para ahli fikih menetapkan bahwa orang yang menemukan benda-benda tersebut harus mengeluarkan zakatnya sebesar dua puluh persen. Hal ini berdasar hadis Nabi dari Abu Hurairah bahwa rikaz harus dikeluarkan zakatnya seperlima . Dan sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa yang dimaksud dengan rikaz adalah benda-benda yang disimpan di dalam tanah, karena benda-benda tersebut terpendam di dalamnya.
Sementara di kalangan ulama madzhab terdapat pebedaan terhadap barang tambang (ma'din), barang temuan (rikaz) atau harta simpanan (kanz). Menurut madzhab Hanafi, barang tambang, rikaz dan harta terpendam adalah satu, yakni setiap barang yang terpendam di bawah bumi, hanya saja barang tambang adalah harta yang diciptakan Allah ketika bumi ini diciptakan. Sedangkan rikaz dan harta simpanan adalah harta yang dipendam oleh orang-orang kafir.
Menurut madzhab Hanafi barang tambang terdiri dari tiga jenis yaitu: 1). Barang padat yang mencair dan bisa dicetak dengan cara memanaskannya dengan api, seperti emas dan perak, besi, tembaga, timah dan air raksa. Zakatnya dikeluarkan seperlima walaupun tidak menacapai nisab. 2). Barang tambang padat yang tidak mencair, misalnya kapur, semua jenis bebatuan. 3). Barang tambang cair, seperti apal.
Barang tambang menurut Maliki (ma'din) tidak sama dengan rikaz. Barang tambang adalah harta yang diciptakan Allah di dalam tanah baik berupa emas, perak, maupun yang lainnya. Untuk mengeluarkan barang tambang tersebut diperlukan pekerjaan yang berat dan pembersihan. Barang tambang menurut Maliki ada tiga macam:1) Barang tambang yang tidak dimiliki oleh sseorang, tetapi oleh pemerintah. Harta ini dipakai untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam. 2). Barang tambang yang dimiliki oleh seseorang, dan dimiliki oleh yang punya tanah. 3). Barang tambang yang didapat dari tanah penaklukan atau perdamaian.
Zakat yang dikeluarkan dari barang tambang menurut Maliki adalah seperempat puluh, telah mencapai nisab, pemiliknya orang merdeka dan muslim. Sementara tidak disyaratkan adanya hawl, melainkan ia dizakati begitu mendapatkannya, seperti halnya tanaman.
Sedangkan menurut madzhab Syaf'i barang tambang adalah harta yang dikeluarkan dari suatu tempat yang diciptkan Allah yang berupa emas dan pera Zakatnya dikeluarkan seperempat puluh, dengan syarat barang tersebut mencapai nisab, sedangkan hawl tidak menajdi syarat. Sedangkan menurt Madzhab Hanbali. Adapun madzhab Hanbali berpendapat bahwa yang dimaksud dengan barang tambang adalah semua jenis barang tambang yang diciptakan Allah yang dikeluarkan dari dalam tanah, baik yang berbentuk padat ataupun cair. Kpemilikan barang tambang berbentuk padat sama dengan kepemilikan emas dan perak dan tembaga. Harta-harta tersebut dimiliki sesuai dengan kedudukan tanah yang mengandungnya. Sedangkan rikaz adalah tidak termauk bagian dari tanah. Oleh karena itu rikaz dimiliki oleh pemiliknya, dialah yang paling berhak aytas harta tersebut. Nisab barang tambang jika emas dua ratuis misqal atau perak dua ratus dirham, sedangkan barang yang lain dihargakan dengan keduanya, kadar zakatnya yaitu seperempat puluh (2,5%).

6. Zakat Fitrah
Selain dari zakat harta (mal) yang diawajibkan atas orang-orang muslim yang harta bendanya telah memenuhi persyaratan zakat, ada lagi zakat yang diwajibkan pada setiap muslim tanpa membedakan status sosial dan tingkat ekonominya, maupun taraf umurnya, yaitu zakat fitrah.
Zakat fitrah adah zakat untuk membersihkan diri yang diwajibkan untuk dikeluarkan setiap akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat Raya Idul Fitri. Ketentuan waktu pengeluaran zakat dapat dilakukan mulai awal Ramadhan sampai yang paling utama pada malam Idul Fitri dan paling lambat pagi hari idul fitri sebelum dilaksanakan khutbah shalat idul fitri.
Zakat fitrah ini berbeda dengan zakat harta, karenanya tidak disyaratkan pada zakat fitrah sama seperti apa yang disyaratkan pada zakat-zakat lain. Para fuqaha menyebut zakat ini sebagaiz akat kepala atau zakat badan, yang diamaksud badan di sini adalah pribadi bukan badan lawan dari jiwa dan nyawa.
Kewajiban zakat fitrah ini berdasarkan salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ia berkata:

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين وأمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة

Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah, satu sha’ kurma, atau satu sha’ gandum, atas budak dan orang merdeka, laki-laki, perempuan besar dan kecil.Rasulullah memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum orang-orang pergi menuanaikan ibadah shalat idul fitri.

Disayari’atkannya zakat fitrah ini adalah untuk menjadi penyuci bagi orang-orang yang telah menuanaikan ibadah puasa Ramadhan dari segala perbuatan dan perkataan yang sia-sia dan keji yang mungkin telah dilakukan oleh orang-orang yang berpuasa tersebut dan untuk menjadi penolong bagi orang-orang fakir dan miskin mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya. Hal ini sesaui dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Dawud, dan ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas:

فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين

Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah untuk pensuci bagi orang-orang yang berpuasa dari perkataan keji dan sia-sia dan menjadi makanan bagi orang miskin.

Jadi zakat fitrah ini adalah kewajiban umum pada setiap kepala dan pribadi dari kaum muslimin dengan tidak membedakan antara orang merdeka dan hamba sahaya, antara laki-laki dan perempuan, antara anak-anak dan dewasa.
Syarat kewajibaz zakat fitrah menurut jumhur ulama adalah Islam, dan adanya kelebihan dari makanan dan makanan orang yanag wajib diberi nafkah pada siang dan malam hari raya dan kelebihan dari rumahnya, perabot rumah tangganya dan kebutuhan pokoknya. Zakat yang dikeluarkan dengan melihat hadits tersebut adalah satu sha’ pada gandum, kurma, syair, anggur dan kacang-kacangan. Atau menurut Qardawi, yang menjadi landasan adalah satu sha’ makanan pokok suatu daerah atau seseorang.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, zakat fitrah hanya wajib kepada orang-orang yang memiliki nishab, mereka beralasan dengan hadits:
لا صدقة إلاّ عن ظهر غنيّ

Tidak ada sedekah/zakat, kecuali dari orang yang kaya.

Kaya menurut mereka adalah memiliki nishab, sedangkan fakir miskin tidak, karenanya zakat fitrah tidak wajib padanya, sebagaimana alasan mereka dengan qiyas terhadap zakat harta.
Menurut keterangan hadits tentang jenis makanan yang menjadi objek zakat fitrah adalah kurma, sya’ir, gandum dan biji-bijian. Tentu saja dis etiap daerah dan negara berbeda jenis makanannya. Oleh karena itu para ulama memberikan batasan makanan yang menjadi objek zakat fitrah sehingga dapat diterapkan di mana saja. Dari berbagai jenis makanan yang diwajibkan untuk zakat fitrah, ada tiga pendapat, yaitu: Pertama, makanan pokok, yang menguatkan di suatu negara, pendapat ini yang paling kuat menurut jumhur ulama. Kedua, menguatkan dirinya dan ketiga boleh memilih di antara jenis-jenis makanan tersebut.
Sementara kalau zakat fitrah dikeluarkan tidak dengan jenis makanan tersebut, yaitu dengan menggantikannya dengan harga makanan tersebut sebagaimana yang terjadi di Indonesia, ulama berbeda pendapat. Mneurut imam yang tiga yaitu Malik, Syafi’i, dan Ahmad tidak diperkenankan. Mereka beralasan bahwa praktek zakat fitrah pada zaman Rasulullah selalau dibayarkan dengan benda makanannya. Sedangkan menurut ats-Tsauri, Abu Hanifah dan pengikutnya, mengeluarkan zakat firah dengan harganya diperbolehkan. Pada zaman sekarang ini nampaknya kedua pendapat ini dapat dipakai, yang terpenting adalah mana yang paling mudah dilakasanakan. Misalnya, sautu tempat lebih mudah dengan membayar dengan jenis makanan tertentu, karena daerah tersebut adalah daerah pertanian. Demikian pula bila dibayar dengan harganya, karena alasan wilayah tersebut adalah wilayah perkotaan atau industri, di mana orang-orang bermuamalah lebih banyak menggunakan uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar